“ Usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan adalah usaha dan/atau kegiatan di bidang pengolahan hasil perikanan yang meliputi kegiatan pengalengan, pembekuan, dan/atau pembuatan tepung ikan ”.
( PASAL 1 NO 3 PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN )
1. Definisi, variasi dan KONTRIbusi limbah perikanan
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30 persen. Produksi ikan yang telah mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini berarti sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah. Alam memiliki kemampuan untuk mengatasi limbah. Berbagai siklus yang terdapat di alam mampu mengatasi limbah. Meningkatnya konsentrasi limbah yang terlalu cepat akan menyebabkan siklus yang ada tidak mampu bekerja secara baik.
Pada konsentrasi tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah berupa :
1). Ikan rucah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan sebagai
pangan.
2). Bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industri
pengalengan, atau industri pemiletan
3) Ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan melimpah; dan 4)
kesalahan penanganan dan pengolahan.
Dari informasi tersebut, jelas bahwa kualitas limbah hasil perikanan beragam. Limbah yang kualitasnya baik masih ada yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan bagi manusia, limbah yang kualitasnya sudah menurun hanya dapat digunakan sebagai bahan pakan bagi ternak, atau limbah yang sudah membusuk tidak dapat dimanfaatkan sehingga dapat menjadi menjadi pencemar bagi lingkungan. Berbagai teknik penanganan dan pengolahan dapat diterapkan untuk memanfaatkan limbah yang kualitasnya baik atau sudah menurun. Berbagai produk telah dihasilkan dari limbah yang berkualitas baik, seperti surimi, fish jelly, produk fermentasi dan kerupuk. Sedangkan dari limbah yang kualitasnya telah menurun dapat dihasilkan tepung ikan, tepung tulang, dan silase. Masih banyak peluang yang dapat diperoleh dari pemanfaatan limbah tersebut. Limbah demikian harus ditangani secara baik agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan untuk menangani limbah demikian, sehingga tidak mencemari lingkungan.
2. KARAKTERISTIK LIMBAH PERIKANAN
Limbah perikanan berbentuk padatan, cairan dan gas. Limbah tersebut ada yang berbahaya dan sebagian lagi beracun. Limbah padatan memiliki ukuran bervariasi, mulai beberapa mikron hingga beberapa gram atau kilogram. Ikan rucah, yang jumlahnya banyak, merupakan limbah dengan bobot mencapai ratusan kilogram atau ton. Beberapa limbah padatan masih dapat dimanfaatkan dan sisanya tidak dapat dimanfaatkan dan berpotensi sebagai pencemar lingkungan.
Jelas terlihat bahwa kualitas limbah sangat ditentukan oleh volume, kandungan bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah. Volume limbah berkaitan dengan kemampuan alam untuk mendaur ulangnya. Peningkatan volume limbah akan meningkatkan beban siklus alami, terutama peningkatan yang berlangsung secara cepat. Bahan pencemar yang terkandung didalam limbah berpengaruh terhadap kualitas limbah. Bahan pencemar berupa bahan organik relatif tidak berbehaya dibandingkan dengan logam berat. Demikian pula bahan pencemar yang berupa senyawa beracun. Keberadaan limbah di lingkungan dapat diamati berdasarkan indikator tertentu, seperti perubahan pH (tingkat Keasaman), perubahan warna atau timbulnya endapan.
Perubahan pH terjadi karena perubahan konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kriteria air yang memenuhi syarat bagi kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 ± 7.5. Limbah industri yang belum diolah memiliki pH asam (<7) atau basa (>7). Bila memasuki perairan dalam jumlah besar, limbah industri akan mempengaruhi pH perairan sehingga akan mengganggu kehidupan organisme didalamnya Air bersih umumnya bening tidak berwarna. Perubahan warna dimungkinkan karena masuknya limbah. Dengan demikian, perubahan warna air dapat digunakan sebagai indikator masuknya limbah. Selain warna, timbulnya bau pada air merupakan indikator terjadinya pencemaran oleh limbah. Air yang bau dapat berasal dari limba industri atau dari hasil degradasi bahan organik oleh mikroba. Mikroba pembusuk yang hidup dalam media budidaya ikan akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Limbah berbentuk padat umumnya mengendap di dasar perairan. Limbah padat dapat berupa limbah organik dan anorganik. Apabila tidak ditangani secara baik, limbah padat akan mengendap di dasar perairan. Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah.
Menurut River et al., (1998) jumlah debit air limbah pada efluen umumnya berasal dari proses pengolahan dan pencucian. Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah dan potongan-potongan kecil ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi pemasakan, dan air pendinginan dari kondensor. Selanjutnya River et al., (1998) menyatakan bahwa bagian terbesar kontribusi beban organik pada limbah perikanan berasal dari industri pengalengan dengan beban COD 37,56 kg/m3 disusul oleh industri pengolahan fillet ikan salmon yang menghasilkan beban limbah 1,46 kg COD/m. Kemudian industri krustasea dengan beban COD yang kecil. Perbandingan beban organik yang disumbangkan oleh industri pengalengan, pemfiletan salmon dan krustasea adalah 74,3%, 21,6% dan 4,1%. Peneliti yang lain juga melaporkan hal yang sama dengan indikator beban pencemar organik yang lain yang berasal dari industri pengolahan perikanan.
Dalam beban cemaran organik yang tinggi terkandung senyawa nitrogen yang tinggi yang merupakan protein larut air setelah mengalami leaching selama pencucian, defrost dan proses pemasakan (Battistoni et al., 1992, Mendez et al., 1992; Veranita, 2001). Limbah cair ini dikeluarkan dalam jumlah yang tidak sama setiap harinya. Pada waktu tertentu dalam jumlah yang banyak tetapi encer terutama mengandung protein dan garam. Pada waktu yang lain dikeluarkan limbah cair dalam jumlah sedikit tetapi pekat yang mengandung protein dan lemak. Beban limbah cair tersebut berbeda-beda tergantung jenis pengolahannya.
3. DAMPAK LIMBAH PERIKANAN
Berkembangnya agroindustri hasil perikanan selain membawa dampak positif yaitu sebagai penghasil devisa, memberikan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, juga telah memberikan dampak negatif yaitu berupa buangan limbah. Limbah hasil dari kegiatan tersebut dapat berupa limbah padat dan limbah cair. Terlepas dari usaha-usaha untuk mendaur ulang (recycle) dan penggunaan ulang (re-use) limbah sisa produksi tersebut, limbah cair yang dibuang ke badan air masih mengandung nutrien organik yang cukup tinggi. Kandungan nutrien organik yang tinggi ini apabila berada dalam badan air akan menyebabkan eutrofikasi pada perairan umum, yang kemudian akan menyebabkan kematian organisme yang hidup dalam air tesebut, pendangkalan, penyuburan ganggang dan bau yang tidak nyaman.
Masalah pencemaran lingkungan akibat limbah industri pertanian termasuk industri perikanan sudah lama diwaspadai. Pemerintah Indonesia sudah mulai bersikap tegas dengan dikeluarkannya peraturan bahwa semua industri di Indonesia harus menangani limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan bebas. Hal ini telah diatur dalam beberapa peraturan yaitu: PP No. 20/1990 tentang pengendalian pencemaran air; SK Menteri KLH tahun1988 dan beberapa peraturan daerah masing-masing.
Untuk memenuhi persyaratan ini perlu dipilih metode penanganan limbah yang tepat dan cocok dengan sifat limbah industri yang bersangkutan. Oleh karena itu karakteristik limbah yang akan diberi perlakuan (treatment) perlu diketahui terlebih dahulu. Sifat-sifat limbah industri pengolahan buah dan sayuran akan berbeda dengan industri pengolahan daging sapi, unggas, susu dan hasil laut/perairan.
Salah satu dampak negatif Limbah Perikanan yang menonjol adalah timbulnya berbagai macam pencemaran. Ada berbagai bentuk pencemaran oleh industry dibidang perikanan, antara lain pencemaran air yang diakibatkan pembuangan sisa industri yang bersifat cair secara langsung tanpa melalui proses daur ulang, pencemaran limbah perikanan yang tidak dapat diuraikan oleh air.
Akibat semakin gencarnya para pengusaha berproduksi untuk memproduksi barang dalam jumlah yang sangat besar, sisa produksi berupa bahan kimia yang berbahaya juga bertambah jumlahnya. Selain itu masyarakat yang mengkonsumsi produk tersebut akan membuang kemasannya dalam jumlah besar maka terjadilah pencemaran akumulasi dari berbagai bentuk pencemaran air dalam suatu daerah. Pembuangan di bidang industri tersebut di satu pihak akan menghasilkan barang-barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat, tetapi di lain pihak industri juga akan menghasilkan limbah yang merugikan. Diantara limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri tersebut adalah limbah bahan berbahaya dan beracun
4. PENGELOLAAN LIMBAH PERIKANAN
Tujuan pengolahan limbah cair secara biologis adalah menurunkan komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai pada batas yang aman terhadap lingkungan dengan memanfaatkan mikroba dan/atau tanaman. Dalam rangka menyisihkan bahan organik yang terlarut, mikroorganisme yang ada akan menggunakan bahan organik sebagai nutrien bagi pertumbuhannya menjadi sel-sel baru dan karbondioksida. Proses biotransformasi terjadi dalam berbagai macam cara sesuai dengan mikroorganisme yang berperan didalamnya, misalnya jenis mikroba autotrof atau heterotrof (Loosdrecht dan Jetten, 1998). Secara konvensional pengolahan limbah cair mencapai sukses menurunkan BOD dan COD, meskipun penyisihan senyawa nutrien (nitrogen dan fosfor) masih terus dicarikan model dan cara yang efisien (Grady dan Lim, 1980; Henze et al., 1987; Metcalf dan Eddy, 1991; Park et al., 2001).
Menurut Loosdrecht dan Jetten (1998) akhir-akhir ini penyisihan nitrogen dalam proses pengolahan limbah cair menjadi aspek yang sangat penting. Jumlah nitrogen dengan konsentrasi yang tinggi dalam limbah cair dapat memungkinkan terjadi reaksi yang sangat beragam. Banyaknya keragaman ini telah membangkitkan konsep-konsep baru proses-proses tentang oksidasi amonium dan reduksi nitrat/nitrit yang telah berlangsung sejak lama (Winogradsky, 1890 dan Breal, 1892 dalam Loosdrecht dan Jetten, 1998). Proses-proses baru tentang denitrifikasi aerobik, nitrifikasi heterotrofik dan oksidasi ammonium anaerobik menjadikan evaluasi konversi senyawa nitrogen menjadi lebih kompleks.
Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan. Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton. Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masing-masing jenis limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis limbah yang satu dengan limbah lainnya. Namun secara garis besarnya, teknik penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis.
a. Secara Fisik
Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik dilakukan untuk memisahkan antara limbah berbentuk padatan, cairan dan gas. Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik mampu melakukan pemisahan limbah berbentuk padat dari limbah lainnya. Limbah padatan akan ditangani atau diolah lebih lanjut sehingga tidak menjadi bahan cemaran, sedangkan limbah cair dan gas akan ditangani atau diolah menggunakan teknik kimiawi dan biologis. Secara fisik, penangan limbah dilakukan menggunakan penyaring (filter). Bentuk saringan disesuaikan dengan kondisi dimana limbah tersebut ditangani. Panyaring yang digunakan dapat berbentuk jeruji besi atau saringan.
b. Secara Kimiawi
Penanganan dan pengolahan limbah secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia tertentu untuk mengendapkan limbah sehingga mudah dipisahkan. Pada limbah berbentuk padat, penggunaan senyawa kimia dimaksudkan untuk menguraikan limbah menjadi bentuk yang tidak mencemari lingkungan.
c. Secara Biologis dengan Anaerobik
Pengolahan limbah secara biologis dilakukan dengan menggunakan tanaman dan mikroba. Jenis tanaman yang digunakan dapat berupa eceng gondok, duckweed, dan kiambang. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri, jamur, protozoa dan ganggang. Pemilihan jenis mikroba yang digunakan tergantung dari jenis limbah. Bakteri merupakan mikroba yang paling sering digunakan pada pengolahan limbah secara biologis. Bakteri yang digunakan bersifat kemoheterotrof dan kemoautotrof. Bakteri kemoheterotrof memanfaatkan bahan organis sebagai sumber energi, sedangkan bakteri kemoautotrof memanfaatkan bahan anorganik sebagai sumber energi. Jamur yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah secara biologis bersifat nonfotosintesa dan bersifat aerob. Protozoa yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah bersel tunggal dan memiliki kemampuan bergerak (motil). Ganggang digunakan pada penanganan dan pengolahan limbah secara biologis karena memiliki sifat autotrof dan mampu melakukan fotosintesa. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesa dapat dimanfaatkan oleh mikroba.
Secara konvensional proses nitrifikasi adalah merupakan aktivitas mikroorganisme autotrof atau mixotrof. Proses ini terjadi melalui oksidasi ammonium menjadi nitrit dan selanjutnya menjadi nitrat. Telah diketahui banyak jenis mikroba nitrifikasi yang berperan didalamnya, tetapi tidak satupun yang dapat merubah langsung ammonium menjadi nitrat. Proses oksidasi ammonium menjadi nitrit dilakukan oleh Nitrosomonas sp, dan oksidasi nitrit dilakukan oleh Nitrobacter sp (Grady dan Lim, 1980; Henze et al., 1987; Metcalf dan Eddy, 1991; Loosdrecht dan Jetten, 1998). Sedangkan proses denitrifikasi adalah proses reduksi senyawa nitrat menjadi gas nitrogen. Kebanyakan studi tentang denitrifikasi oleh bakteri denitrifikasi heterotrof menunjukkan bahwa efisiensi penyisihan nitrat sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan jenis sumber karbon sebagai donor elektron dalam proses reduksi nitrat (Grady dan Lim, 1980; Zayed dan Winter, 1998; Mansell dan Schroeder, 1999; Brdjanovic et al., 2000; Battistoni dan Fava, 1995).
Berdasarkan pengamatan-pengamatan di lapangan dan laporan penelitian disebutkan adanya proses penyisihan N yang telah terjadi secara non-konvensional, misalnya terjadinya nitrifikasi heterotrofik dan denitrifikasi aerobik (Loosdrecht dan Jetten, 1998). Proses oksidasi amonium oleh bakteri heterotrof membutuhkan energi, yang menyebabkan penurunan koefisien yield (kondisi ini bertolak belakang dengan nitrifikasi autotrof). Hal ini terjadi pada Thiosphaera pantotropha (Robertson dan Kuenen, 1990 dan Patureau et al., 1994 dalam Loosdrecht dan Jetten, 1998). Proses denitrifikasi aerobik telah dilaporkan terjadi pada saat COD/N lebih dari 10 (Robertson, 1990 dalam Loosdrecht dan Jetten, 1998). Hal ini masih menjadi perdebatan, karena kondisi ini bukanlah kondisi yang normal. Kondisi ini menunjukkan bahwa sesungguhnya flok lumpur aktif berkondisi anaerobik sebagian, sehingga dapat dikatakan bahwa proses ini merupakan denitrifikasi normal (Loosdrecht dan Jetten, 1998).
Pilihan teknologi dan implementasi pengolahan biologis secara anaerobic. Pengolahan dengan cara anaerobik telah digunakan sejak lama untuk menurunkan nilai BOD/COD yang tinggi. Metode ini digunakan untuk mengolah limbah cair pengolahan cumi-cumi, dan berhasil menurunkan BOD secara nyata mencapai 80% dengan laju peningkatan lumpur yang tinggi juga (Park et al., 2001). Kelebihan dari pengolahan limbah dengan anaerobik :1) tidak diperlukan penambahan nutrien, 2) ammonia yang diperoleh dari perombakan senyawa kaya protein menyebabkan peningkatan alkalinitas dan membuat sistem menjadi lebih stabil bila terjadi kelebihan beban organik.
Berdasarkan hasil studi proses anaerobik yang telah dilakukan, tidak ada yang melaporkan adanya penyisihan nitrogen. Pengolahan dengan anaerobik merupakan hasil dari beberapa reaksi yaitu: beban organik dalam limbah dikonversi menjadi bahan organik terlarut yang kemudian dikonsumsi oleh bakteri penghasil asam, kemudian menghasilkan asam lemak mudah menguap, karbondioksida dan hidrogen. Senyawa yang dihasilkan ini kemudian dikonsumsi oleh bakteri penghasil metana,
d. Secara Biologis Dengan Aerobik
Pengolahan biologis limbah cair perikanan secara aerobik dapat dilakukan dengan sistem sebagai berikut: sistem lumpur aktif, kolam aerasi, dan sistem media pertumbuhan (trickling filter dan rotating disk contactor). Pada semua sistem lumpur aktif, pengadukan memegang peranan yang penting dalam menjaga keseragaman dan kestabilan kelarutan bahan organik, oksigen dan mencegah pengendapan lumpur aktif. Pada industri perikanan gangguan kestabilan terjadi pada saat puncak konsentrasi organik dan aliran tertinggi dalam influen. Penyisihan bahan organik pada sistem ini bisa mencapai 85 – 95% (Gonzales, 1996). Waktu tinggal hidrolik yang dibutuhkan rata-rata 3-6 jam dan waktu tinggal sel berkisar antara 3 dan 15 hari (Gonzales, 1996). Berbagai ragam kondisi yang dihasilkan untuk mencapai hasil yang maksimum disebabkan banyaknya faktor yang mempengaruhi proses dengan lumpur aktif. Penelitian telah banyak dilakukan untuk mencari kondisi optimal dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, misalnya kelarutan oksigen, rasio Food/Microorganism (rasio F/M), interaksi kandungan mineral dan lumpur dalam pengendapan lumpur. (Argaman, 1981; Casey et al., 1992; Piirtola et al., 1999).
Kolam aerasi saat ini paling banyak diterapkan oleh industri perikanan, karena paling sederhana dan dianggap murah. Akan tetapi kualitas limbah yang dihasilkan tidak menjamin sesuai dengan baku mutu yang ditentukan dan sulit untuk dikendalikan. Shipin et al. (1999) telah menghasilkan cara yang baik dalm mengintegrasikan antara sistim kolam dan lumpur aktif untuk penyisihan nitrogen melalui peningkatan proses nitrifikasi dengan meningkatkan kemampuan flokulasi dari simbiose antara bakteri nitrifier dan algae.
Sementara teknologi pengolahan dengan lumpur aktif membutuhkan biaya yang relatif mahal untuk industri skala kecil, maka saat ini perkembangan diarahkan pada pengolahan yang dapat mengkondisikan terjadinya reaksi anaerobik dan aerobik sekaligus. Trickling adalah salah satu cara yang telah dicobakan pada limbah cair perikanan. Pada limbah cair pengolahan cumi-cumi diperoleh penyisihan BOD sampai 87% dengan beban 3,5 lb BOD/1000 ft media/hari (Parker et al., 2001). Menurut Battistoni et al. (1992) pada penelitian terhadap berbagai jenis ikan, efisiensi penyisihan akan meningkat bila beban limbah menurun.
Dalam memilih teknologi aerobik yang akan digunakan tergantung beberapa aspek, yaitu luas lahan yang tersedia, kemampuan beroperasi berkala (intermitten) dengan pertimbangan bahwa industri perikanan beroperasi secara musiman, kemampuan dan ketrampilan SDM, dan biaya (termasuk biaya investasi dan biaya operasi.
Daftar Pustaka:
Azwar, Azrul,dr. 1989. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : PT Mutiara Sumber Widya
Mukono. 2000. Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Suravaya : Airlangga University Press
Chandra, Budiman. 2000. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC
Hayati, M. 1998. Mempelajari Proses Produksi Udang Beku dan Pengolahan Limbah di PT. Kalimantan Fishery. Laporan Praktek Lapang, Jurusan TIN Fateta IPB. Bogor.
Veranita, D. 2001. Studi Tentang Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Tuna Beku di PT. Indomaguro Tunas Unggul, Jakarta. Skripsi. Jurusan THP FKIP-IPB. Bogor.
1 komentar:
Assalamu'alaikum, blogwalking n salam kenal.. ^_^
buat yang suka corat-coret di Blog, gabung yuk di BLOOFERS (Blog Of Friendship)
Posting Komentar