BANDUNG, KOMPAS - Kualitas kesehatan buruh di Indonesia menjadi yang terburuk kedua di dunia. Hal itu ditandai dengan banyaknya kasus kesehatan yang menimpa pekerja karena aktivitas di tempat kerja. Demikian benang merah diskusi yang diikuti sejumlah organisasi perburuhan dan lingkungan hidup Jawa Barat, Kamis (30/9).
Organisasi yang berpartisipasi dalam diskusi adalah Serikat Pekerja Nasional Jabar, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Lembaga Bantuan Hukum Kota Bandung, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jabar, serta Jaringan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Mereka menggelar diskusi di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.
Koordinator Jaringan K3 Darisman mengatakan, di Indonesia rata-rata ada 78.000 kasus kecelakaan kerja per tahun selama 2002-2005. "Indonesia hanya berada satu tingkat di atas Vietnam dari 53 negara yang disurvei. Jadi, negara kita menempati posisi ke-52," katanya.
Tingginya kasus kesehatan dan kecelakaan kerja itu di satu sisi juga tidak didukung perlindungan sistem ketenagakerjaan. Jaminan sosial tenaga kerja yang keberadaannya telah diatur undang-undang baru diikuti 30 persen industri di Indonesia.
Sayang, hal ini pun tidak terkontrol baik oleh pengawas ketenagakerjaan di daerah-daerah. Darisman mencontohkan, Kabupaten Bogor hanya memiliki 11 pengawas ketenagakerjaan. Padahal, ada lebih dari 3.000 industri di wilayah itu.
Perempuan dirugikan
Buruh perempuan paling dirugikan akibat buruknya jaminan kesehatan tenaga kerja ini. Paparan zat kimia yang terus-menerus dan dalam jumlah tinggi berbahaya bagi organ reproduksi perempuan. Sejumlah survei menunjukkan, tingkat kematian ibu lebih tinggi di kalangan buruh perempuan.
Koordinator KASBI Jabar Daryanto mengungkapkan, pengusaha sering abai dengan perlindungan buruh dari kecelakaan. Contohnya adalah menyediakan masker atau sepatu bot seadanya bagi buruh. Seorang buruh pabrik tekstil di Majalaya, Kabupaten Bandung, misalnya, baru-baru ini meninggal saat bekerja.
"Ia dipaksa menghidupkan mesin tekstil di saat peralatan itu masih basah karena terendam banjir. Buruh itu tidak dilengkapi sarung tangan atau isolator yang melindungi tubuh dari listrik. Ia pun meninggal dunia," katanya. Asbes
Darisman menambahkan, salah satu bahaya yang kerap tak disadari pekerja adalah dampak asbes. Mereka yang bekerja di pabrik pembuatan pipa, pengelasan, konstruksi, serta bangunan berisiko tinggi terkena radang, kanker, dan lengket pada rongga dada karena serat itu. Risiko itu disebabkan keracunan chryso-tile akibat debu asbes. Dampak lain asbes adalah batuk, berat badan turun, dan sesak napas. Setelah terpapar sekitar 15 tahun, pekerja bisa terkena tumor ganas.
"Pekerja tambang, penggilingan, serta kegiatan menghancurkan dan merobohkan bangunan juga berisiko terdampak asbes," kata Darisman. Debu asbes dapat menyebabkan penebalan dan luka gores di paru-paru.
Menurut Solusi Rumah Operation and Maintenance Manager PT Holcim Indonesia Tbk Peterson Siringoringo, negara-negara maju sudah melarang penggunaan asbes karena faktor kesehatan. "Mungkin di Indonesia masih dipakai karena murah. Kami mencoba menghindari bahan itu. Industri terus berinovasi mencari bahan pengganti," ujarnya. (REK/BAY)
POTRET BURUH INDONESIA
0 komentar:
Posting Komentar