RSS

Halaman

Bahaya Rabies



Pengertian
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.
Serangan biasanya dimulai dengan perasaan ketakutan, sakit kepala, demam, malaise, perubahan perasaan sensoris, pada bekas gigitan binatang. Gejala yang sering muncul adalah eksitabilitas dan aerophobia. Penyakit ini berlanjut kearah terjadinya paresis atau paralisis, kejang otot-otot menelan menjurus kepada perasaan takut terhadap air (hydrophobia), diikuti dengan delirium dan kejang. Tanpa intervensi medis, basanya berlangsung 2-6 hari dan kadang-kadang lebih, kematian biasanya karena paralisis pernafasan. 


Sejarah
Rabies bukanlah penyakit baru dalam sejarah perabadan manusia. Catatan tertulis mengenai perilaku anjing yang tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang ditulis 4000 tahun lalu serta pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis pada 2300 SM. Democritus pada 500 SM juga menuliskan karakteristik gejala penyakit yang menyerupai rabies.
Aristotle, pada 400 SM, menulis di Natural History of Animals edisi 8, bab 22
…….  anjing itu menjadi gila. Hal ini menyebabkan mereka menjadi agresif dan semua binatang yang digigitnya juga mengalami sakit yang sama.
Hippocrates, Plutarch, Xenophon, Epimarcus, Virgil, Horace, dan Ovid adalah orang-orang yang pernah menyinggung karakteristik rabies dalam tulisan-tulisannya. Celsius, seorang dokter di zaman Romawi, mengasosiasikan hidrofobia (ketakutan terhadap air) dengan gigitan anjing, di tahun 100 Masehi. Cardanus, seorang penulis zaman Romawi menjelaskan sifat infeksi yang ada di air liur anjing yang terkena rabies.[5] Pada penulis Romawi zaman itu mendeskripsikan rabies sebagai racun, yang mana adalah kata Latin bagi virus. Pliny dan Ovid adalah orang yang pertama menjelaskan penyebab lain dari rabies, yang saat itu disebut cacing lidah anjing (dog tongue worm).[5] Untuk mencegah rabies di masa itu, permukaan lidah yang diduga mengandung "cacing" dipotong. Anggapan tersebut bertahan sampai abad 19, ketika akhirnya Louis Pasteur berhasil mendemonstrasikan penyebaran rabies dengan menumbuhkan jaringan otak yang terinfeksi di tahun 1885 Goldwasser dan Kissling menemukan cara diagnosis rabies secara modern pada tahun 1958, yaitu dengan teknik antibodi imunofluoresens untuk menemukan antigen rabies pada jaringan.

 Penyebab Penyakit
Virus rabies, rhabdovirus dari genus Lyssavirus. Semua anggota genus ini mempunyai persamaan antigen, namun dengan teknik antibodi monoklonal dan nucleotide sequencing dari virus menunjukkan adanya perbedaan tergantung spesies binatang atau lokasi geografis darimana mereka berasal. Virus yang mirip dengan rabies yang ditemukan di Afrika (Mokola dan Duvenhage) jarang menyebabkan kesakitan pada manusia mirip seperti rabies dan jarang yang fatal. Lyssavirus baru telah ditemukan pertama kali pada tahun 1996, pada beberapa spesies dari Flying fox dan kelelawar di Australia dan telah menyebabkan dua kematian pada manusia dengan gejala penyakit seperti rabies. Virus ini untuk sementara diberi nama ”Lyssavirus kelelawar Australia”. Virus ini mirip dengan virus rabies namun tidak identik dengan virus rabies klasik. Sebagian penderita penyakit yang disebabkan oleh virus yang mirip rabies inim dengan teknik pemeriksaan standard FA test kemungkinan didiagnosa sebagai rabies.
  Gambar: Virus Agen Rabies

Distribusi Penyakit

Tersebar di seluruh dunia, dengan perkiraan 35.000 – 40.000 kematian per tahun, hampir semuanya terjadi di negara berkembang. Dari tahun 1980 sampai dengan 1997, di Amerika Serikat, 36 kematian pada manusia oleh karena rabies telah dilaporkan; 12 diantaranya kemungkinan didapat di luar Amerika Serikat. Dari mereka yang diduga terinfeksi di Amerika Serikat, lebih dari separuh meninggal karena rabies yang dikaitkan dengan kelelawar. Sejak tahun 1950 kematian manusia karena rabies secara bertahap menurun, sebagai hasil dari pemberian imunisasi rabies secara rutin kepada anjing dan kucing dan meningkatnya efektivitas pengobatan prophylaxis pasca paparan. Rabies adalah penyakit yang terutama menyerang binatang. Daerah dengan populasi binatang yang sat ini bebas dari rabies hanyalah Australia, New Zaeland, Papua Nugini, Jepang, Hawaii, Taiwan, Oceania, United Kingdom, Irlandia, Iceland, Norwegia, Swedia, Finlandia, Portugal, Yunani, India bagian Barat dan Kepulauan Atlantik. Urban (atau Canine) rabies ditularkan oleh anjing, sedangkan sylvatic rabies adalah penyakit carnivora liar dan kelelawar, yang menular secara sporadis kepada anjing, kucing dan ternak. Di Eropa, rabies rubah menyebar luas, namun telah menurun sejak tahun 1978 pada saat imunisasi dengan vaksin rabies oral dimulai; Di Eropa Barat, jumlah kasus rabies menurun drastis sejak tahun 1992, kecuali rabies pada kelelawar. Sejak tahun 1986 kasus rabies kelelawar telah dilaorkan dari Denmark, Belanda dan Jerman Barat. Di Amerika Serikat dan Kanada rabies liar sering melibatkan racoon, musang (skunk), rubah, coyotes dan kelelawar. Telah terjadi epizootik progresif diantara racoon di Amerika Serikat bagian Tenggara sejak lebih dari satu dekade dan sekarang telah mencapai New Enland, dan saat ini diantara coyotes dan anjing di Texas Selatan telah terjadi penyebaran virus ke binatang domestik dan umumnya adalah kepada kucing.

Cara Penularan
Air liur binatang sakit yang mengandung virus menularkan virus melalui gigitan atau cakaran (dan sangat jarang sekali melalui luka baru di kulit atau melalui selaput lendir yang utuh). Penularan dari orang ke orang secara teoritis dimungkinkan oleh karena liur dari orang yang terinfeksi dapat mengandung virus, namun hal ini belum pernah didokumentasikan. Transplantasi organ (cornea) dari orang yang meninggal karena penyakit sistem saraf pusat yang tidak terdiagnosa dapat menularkan rabies kepada penerima organ tadi. Penyebaran melalui udara telah dibuktikan terjadi di suatu gua dimana terdapat banyak kelelawar yang hinggap dan pernah juga terjadi di laboratorium, namun kejadiannya sangat jarang. Di Amerika Latin, penularan melalui kelelawar vampire yang terinfeksi kepada binatang domestik sering terjadi. Di Amerika Serikat kelelawar pemakan serangga jarang menularkan rabies kepada binatang di darat baik kepada binatang domestik maupun binatang liar. 


Manifestasi Klinis
Masa inkubasi biasanya berlangsung 3-8 mingu, jarang sekali sependek 9 hari atau sepanjang 7 tahun; masa inkubasi sangat tergantung pada tingkat keparahan luka, lokasi luka yang erat kaitannya dengan keadatan jaringan saraf di lokasi luka dan jarak luka dari otak, dan tergantung pula dengan jumah dan strain virus yang masuk, serta tergantung dari perlindungan oleh pakaian dan faktor-faktor lain. Masa inkubasi yang panjang terjadi pada individu prepubertal.
Pada anjing dan kucing, biasanya 3-7 hari sebelum munclnya gejala klinis (jarang lebih dari 4 hari) dan selama periode sakit. Masa penularan yang lebih panjang sebelum munculnya gejala klinis (yaitu 14 hari) telah diamati di Ethiopia pada strain virus rabies pada anjing. Pada satu studi diketahui kelelawar mengeluarkan virus melali tinjanya 12 hari sebelum sakit, pada studi yang lain skunk mengeluarkan virus melalui tinjanya untuk paling sedikit 8 hari sebelum munculnya gejala klinis. Skunk mungkin mengeluarkan virus sampai 18 hari sebelum mati.

Gambar .Seorang penderita rabies pada tahun 1959.

Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium:
  1. Stadium prodromal
Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya  yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya.
  1. Stadium sensoris
Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.
  1. Stadium eksitasi
Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air
  1. Stadium paralitik
Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif.

Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.

Diagnosis
Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi. Satu-satunya uji yang menghasilkan keakuratan 100% terhadap adanya virus rabies adalah dengan uji antibodi fluoresensi langsung (direct fluorescent antibody test/ dFAT) pada jaringan otak hewan yang terinfeksi. Uji ini telah digunakan lebih dari 40 tahun dan dijadikan standar dalam diagnosis rabies. Prinsipnya adalah ikatan antara antigen rabies dan antibodi spesifik yang telah dilabel dengan senyawa fluoresens yang akan berpendar sehingga memudahkan deteksi  Namun, kelemahannya adalah subjek uji harus disuntik mati terlebih dahulu (eutanasia) sehingga tidak dapat digunakan terhadap manusia. Akan tetapi, uji serupa tetap dapat dilakukan menggunakan serum, cairan sumsum tulang belakang, atau air liur penderita walaupun tidak memberikan keakuratan 100%.  Selain itu, diagnosis dapat juga dilakukan dengan biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya tidak terlalu tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali diagnosis post mortem setelah hewan atau manusia yang terinfeksi meninggal.

Pengobatan
Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis. Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala. Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini.  Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala pertama. Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan. Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar