RSS

Halaman

Observasi Kemarin

Hari itu adalah hari Sabtu pagi, tepatnya tanggal 17 Desember 2011. Pengalaman pertama bagiku menjadi salah satu anggota mahasiswa yang tercatat sebagai survier bagi penderita HIV/AIDS. Memang sanagat istimewa rasanya menjadi salah satu mahasiswi pilihan yang menjadi survier yang bergerak di bidang epidemiologi tersebut, tapi bagiku ini adalah pengalaman yang tak terlupakan.

Awalnya aku ikut karena aku iseng dan ingin tahu. Seorang temanku bernama Khirnik mengajakku untuk berpartisipasi dalam program yang diadakan oleh dosen bidang epidemiologi tersebut, memang ragu awalnya tapi setelah mulai diadakan pertemuan dan rapat antar survier lainnya, maka rasa keingintahuanku menjadi sangat menggebu-gebu...

Target survei kami adalah terminal Tawang Alun Jember, Jawa Timur. Sasaran kami saat itu adalah remaja jalanan yang berusia 15 - 24 tahun. Kelihatannya mudah, apa susahnya sih??? wawancara pada remaja yang masih dibilang sebaya dengan kita, jadi pasti lebih mudah berinteraksi. Tapi tidak semudah itu, kenyataan di lapangan sangatlah berbeda karena karakter masyarakat sebagai sasaran survei kami sangat bertolak belakang, bukan masalah penampilan tapi hal yang paling mencolok adalah perilaku.

Pengalaman pertama kami datang ke terminal tersebut aman-aman saja, namun karena di dalam terminal sudah diterapkan prosedur dan peraturan yang telah lama diberlakukan demi ketertiban terminal. Alhasil kami pun sulit menemukan paea anak jalanan yang masuk ke dalam terminal, hanya anak-anak sekolah yang membolos pada saat itu, ketika kami tanyakan pada mereka, beberapa diantara mereka memang mengaku belum pernah melakukan hubungan seksual namun ada beberapa diantara mereka yang pernah mengalami PMS (Penyakit Menular Seksual) salah satunya adalah sipilis dan kencing nanah. Sangat mengejutkan, tapi itu adalah kenyataan, kita tidak dapat menantang realita bahwa dewasa ini kasus gangguan fisologi yang berhubungan dengan masalah seksual sudah sangat marak di kalangan pelajar, tidak terkecuali remaja dibawah 15 tahun.

Kembali pada masalah target suvei kami, kaetika kami sudah mulai agak bimbang dengan posisi di dalam terminal, kami pun akhirnya mencoba untuk mencari sasaran di lingkungan luar terminal, tepatnya diantara markas sopir travel dan sopir angkot. Sekilas mereka terlihat ramah dan sangat terbuka dengan kami, namun apa yang ada didalamnya setelah kami masuk kedalam markas mereka.
Awalnya rombongan teman kami memperkenalkan diri pada kerumunan sopir tersebut, mereka sangat sopan dan welcome dengan perlakuan kami sehingga mereka berusaha untuk menhilangkan rasa sungkan, namun lama-kelamaan salah satu sopir bertindak yang kurang ajar pada salah satu teman kami, teman kami masih berpikir bahwa itu hanya tindakan seorang laki-laki yang memang memiliki sikap patriarkisme pada wanita, namun ternyata perlakuan mereka berlanjut dengan tindakan pelecehan seksual. Salah satu dari mereka yang terlihat lebih tua justru sempat mengatakan "Apa kalian masih perawan?"
Masya Allah! kata-kata yang sangat tidak pantas diucapkan oleh seseorang yang baru saja saling kenal. Beberapa diantara mereka bahkan membuka kantung bajunya yang berisi uang yang ditata setebak mungkin dan sempat dipamerkan dengan menunjukkan maksud bahwa mereka sebenarnya mampu membeli mahasiswi seperti kami. 
Mengingat tugas observasi ini adalah amanah dari fakultas, maka kami pun berusaha untuk bertahan, bahkan ketika kami akan pulang dan pergi dari terminal kami justru diikuti. Sangat menakutkan!
Observasi yang sangat beresiko, namun karena pengabdian kami terhadap fakultas kami membuat kami tidak berani berbicara apapun dan menganggapnya sebagai angin lalu.
Semoga adik-adik kami pada saat meneruskan observasi kami, mereka tidak mengalami apa yang kami alami...
amin....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sanitary Landfill

Definisi
              Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah sebagai bagian sisa aktifitas kehidupan manusia dan lingkungan, banyak membawa permasalahan. Dari sebagian sampah yang dihasilkan tersebut, ternyata tidak semuanya mampu diatasi/ diangkut/ dibersihkan manusia dari lingkungan hidupnya (Azwar, 1985)
              Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) adalah tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk atau perlakuan terakhir terhadap sampah. Macam-macam penimbunan sampah yaitu:
1.      Penimbunan terbuka ( open dumping )
Yaitu dengan cara membuang dan menumpuk sampah begitu saja di atas lahan terbuka, ini merupakan cara penanganan sampah yang sederhana.
2.      Open trench burning
Yaitu membuang sampah ke parit – parit yang tidak digunakan masyarakat dan jauh dari pemukiman penduduk kemudian dilakukan proses pembakaran.
3.      Penimbunan di laut ( dumping at sea )
Yaitu pembuangan dan penimbunan sampah di pantai. Pantai – pantai dangkal dapat digunakan untuk tempat penimbunan sampah, caranya dengan membuat tanggul – tanggul pemisah yang berguna untuk menghalangi sampah – sampah tersebut agar tidak terbawa arus. Sampah – sampah yang telah melebihi kapasitas tanggul akan diratakan kemudian dipadatkan dan selanjutnya ditimbun dengan tanah atau pasir.
4.      Penimbunan di dalam tanah ( sanitary landfill )
Yaitu penimbunan sampah yang dilakukan di dalam tanah. Sampah dimasukkan kedalam lubang kemudian dipadatkan yang selanjutnya ditimbun dengan tanah. Sanitary landfill adalah penimbunan sampah yang dilakukan di dalam tanah. Sampah dimasukkan kedalam lubang kemudian dipadatkan yang selanjutnya ditimbun dengan tanah. Cara ini adalah cara Pembuangan Sampah yang paling minim kekurangannya.
Jenis Sampah dan Sumber Sampah
Jenis sampah berdasarkan karakteristiknya, yaitu:
1.      Sisa makanan atau sampah basah (Garbage):Karakteristik sampah jenis ini ialah dapat membusuk dan dapat terurai dengan cepat khususnya bila cuaca panas. Sampah jenis ini dihasilkan pada tempat pemukiman, rumah makan, warung, RS, dan sebagainya.
2.      Sampah kering (Rubbish): Sampah kering terdiri dari sampah yang dapat terbakar ataupun yang tidak dapat terbakar, yang dihasilkan oleh rumah tangga, perkantoran, perdagangan, dsb, tidak termasuk sisa makanan dan benda-benda yang sangat mudah membusuk. Jenis sampah kering yang dapat terbakar misalnya kertas, plastik, tekstil, karet, kulit, kayu, daun-daun kering. Jenis sampah kering yang tidak dapat  terbakar misalnya kaca, kaleng, logam.
3.      Abu (Ashes): Benda yang tertinggal dari pembakaran kayu, arang dan benda yang terbakar.
4.      Sampah jalan (Street Cleaning): Sampah yang berasal dari jalan, biasanya berupa sampah daun-daun dan pembungkus.
5.      Bangkai binatang (Dead Animals): Sampah biologis berupa bangkai binatang kecil, dan binatang piaraan.
6.      Rongsokan kendaraan (Abandoned Vehicles): Bekas-bekas kendaraan milik umum dan pribadi, seperti bak mobil, becak dan lain-lain.
7.      Sampah industri (Industrial Wastes): Sampah padat sebagai hasil pembuangan industri
8.      Sampah dari bangunan (Demolition Wastes): Sampah disini dimaksudkan terjadi karena penghancuran atau pembangunan suatu gedung, misalnya batu, beton, batu merah, papan, sisa pipa-pipa dan sebagainya.
9.      Sampah khusus/ berbahaya (Hazar Dous Wastes): Kimia beracun, pestisida, pupuk, radio aktif, sampah rumah sakit yang membahayakan manusia.
10.  Sampah pengolahan air minum/ air kotor (Water  Treatment Residu ): Sampah yang berupa lumpur dari perusahaan air minum atau pengolahan air kotor, dapat diklasifikasikan dalam jenis tersendiri.
(Depkes,1987)
Bagian sampah yang terbesar merupakan bahan-bahan organic. Bahan organic mengalami penguraian atau oenghancuran secara biologis oleh jasad renik yang bersifat aerobic. Selain itu dengan terjadinya proses dekomposisi yang berlangsung secara aerobic yang berlangsung lama akan menghasilkan humus yang sangat berguna untuk penyuburan dan perbaikan kondisi tanah. Selain berpengaruh terhadap kesuburan tanah, sampah juga menimbulkan dampak negative. Diantarnya mempengaruhi pencemaran tanah, air, dan udara (Depkes, 1987).
Controlled landfill (system pengurugan sampah berlapis terkendali) adalah system pembuangan akhir sampah dengan cara menghampar sampah paa kavling yang telah disediakan setebal 60-100 cm kemudian dipadatkan dan ditutup tanah setebal 40 cm (DKLH,2006).
Sedangkan cara penimbunan sampah secara sanitary landfill (system pengurugan berlapis bersih) adalah car membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi berlegok., memadatkan sampah tersebut kemudian menutupnya dengan tanah. Penimbunan sampah ini sebaiknya dilakukan pada lahan yang tidak dapat dipakai untuk pertanian, seperti tanah berpasir, di pantai atau tanah berkapur, sehingga dalam waktu lama lahan ini dapat produktif lagi.

Tempat Pembuangan Akhir
Pengolahan dengan cara sanitary Landfill merupakan salah satu metode dalam Tempat pembuangan akhir sampah yang mana TPA ( Tempat Pembuangan Akhir ) adalah tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk atau perlakuan terakhir terhadap sampah. Tempat Pembuangan Akhir merupakan tahap akhir dari pengelolaan sampah terpadu. Pengelolaan Sampah Terpadu dilakukan secara terpadu sejak dari sumber sampah sampai pembuangan akhir sampah, dengan disesuaikan pada karakteristik serta jenis sampah yang terkandung. Pada sistem pengelolaan secara terpadu , proses pemilahan sampah sejak dari awal sumber sampai dengan pembuangan akhir merupakan proses penunjangan pokok.
Komponen-komponen fungsional dalam Pengelolaan Sampah Terpadu adalah :
  1. Pewadahan dan Pemilahan Sampah
Proses pemilahan sampah merupakan kegiatan yang penting dalam penanganan dan pewadahan sampah pada sumbernya. Pemilahan sampah dimulai di rumah-rumah atau pada Tansfer Depo atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Pewadahan dan pemilahan sampah yang baik akan mempengaruhi kinerja daur ulang yang lebih baik.
     b.   Pengumpulan dan Pengangkutan
Pengumpulan sampah adalah proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan sampah dari sumber timbulan sampah ke tempat pembuangan akhir sampah. Pada umumnya, sampah dikumpulkan secara teratur dari rumah ke rumah membutuhkan biaya yang mahal atau sistem yang lebih murah dengan pengumpulan dari Bak-bak sampah (kontainer sampah) di jalan-jalan. Dengan melihat lay out kota, kepadatan penduduk dan laju timbulan sampah, pengelola persampahan akan menentukan sistem pengumpulan dan pengangkutan yang efektif.
a.       Metode Pengolahan dan Pembuangan Akhir
Berbagai metode dilakukan untuk memproses sampah lebih lanjut. Tujuan utama adalah untuk meminimalkan volume sampah yang dibuang ke TPA dan jika memungkinkan mengambil kompos, biogas atau energi dari sampah. Seleksi sistem pengolahan sampah dan metode pembuangan yang efektif perlu mempertimbangkan hal-hal berikut :
1). Kuantitas Sampah
Biaya pengolahan sampah dipengaruhi skala ekonomi. Jika kuantitas sampah relatif kecil, sistem penimbunan sampah lebih layak secara ekonomi dibandingkan dengan pemusnahan dengan Incenerator atau dengan pengomposan.
2). Daur Ulang
Secara umum, kelayakan ekonomi daur ulang sampah tergantung pada pembeli potensial yang ada. Pasar dari bahan-bahan daur ulang harus dipelajari dengan hati-hati sebelum menginvestasikan industri daur ulang sampah. Tinjauan terhadap rendahnya persentasi sampah individual yang dapat didaur ulang menjadi pertimbangan apakah daur ulang sampah skala besar akan layak.
3). Pembakaran Sampah
Untuk mengekonomiskan instalasi pembakaran sampah (Incinerator) minimal dibutuhkan sampah kontinyu 20-25 ton/jam, dengan nilai kalor minimal 10-15 MJ/kg untuk menjalankan Incinerator tanpa bahan bakar tambahan. Seringkali peralatan pembakaran sampah dengan Incenerator tidak layak secara teknis maupun ekonomi.


Dampak Negatif Tpa
1.         Kerusakan infrastruktur
2.         Pencemaran lingkungan
3.         Pelepasan gas metana yang disebabkan   oleh pembusukan sampah organik
4.         Melindungi pembawa penyakit
5.         Gangguan sederhana, misalnya debu, bau busuk, kutu.

Sanitary Landfill

Sanitary Landfill adalah penimbunan sampah yang dilakukan di dalam tanah. Sampah dimasukkan kedalam lubang kemudian dipadatkan yang selanjutnya ditimbun dengan tanah. Cara Pembuangan Sampah yang paling minim kekurangannya adalah Sanitary landfill karena Sanitary Landfill ini menggunakan sistem pemusnahan sampah yang paling baik. Sistem ini dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan dengan cara selapis demi selapis sehingga sampah tidak berada di ruang terbuka dan tidak menimbulkan bau dan tidak menjadi sarang binatang pengerat yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.Manfaat dari sanitary landfill adalah:
1.      Mampu meninggikan tanah yang rendah karena Sanitary Landfill menggunakan sistem penimbunan dengan tanah sehungga tanah yang semula rendah bisa lebih tinggi dengan adanya Sanitary Landfill.
2.      Tanah yang terbentuk dapat dimanfaatkan  untuk daerah perumahan asalkan di daerah tersebut tidak digali sumur. Tanah yang terbentuk tersebut sangat tidak bagus apabila digunakan sebagai sumur karena tanahnya mengandung sampah dan bahan-bahan beracun yang dapat membahayakan manusia apabila terkandung dalam air.
3.      Memberantas sarang nyamuk karena Sanitary Landfill menimbun sampah dengan tanah sehingga sampah tidak berada di ruang terbuka dan tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat mengundang vektor penyebab penyakit.

·           Syarat Pelaksanaan Sanitary Landfill
1.      Harus tersedia daerah yang cukup luas.
2.      Ada tanah yang digunakan sebagai menimbun.
3.      Tersedia alat-alat  besar untuk menimbun dan meratakan tanah urukan.

·         Metode dalam sanitary landfill
A.    Metode galian parit
ü  Sampah dibuang ke dalam parit yang memanjang
ü  Tanah bekas galian digunakan untuk menutupi parit
ü  Sampah yang ditimbun dan tanah penutup dipadatkan dan diratakan kembali
ü  Setelah satu parit terisi penuh dibuat parit baru disebelah parit terdahulu
B.     Metode Area
ü  Sampah di buang diatas tanah seperti pada tanah rendah, rawa – rawa atau pada lereng bukit
ü  kemudian di tutup dengan lapisan tanah yang diperoleh dari tempat tersebut.
C.     Metode Ramp
ü  Metode ramp merupakan teknik gabungan dari metode galian parit dan metode area.
ü  Prinsipnya adalah bahwa penaburan lapisan tanah dilakukan setiap hari
ü  Tebal lapisan tanah sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah
D.    Metoda Pit/Canyon
ü  Diterapkan untuk jurang atau ngarai;
ü  Pengurugan sampah dimulai dari dasar;
ü  Penempatan sampah sesuai dengan topografi;
ü  Tanah penutup dapat diambil dari dinding ngarai atau dasarnya;
ü   Penyebaran dan pemadatan sampah seperti metoda area.


Kendala Pelaksana Sanitary Landfill
a) Kurangnya alat berat yang dimiliki oleh pemerintah.
b) Sulit/mahal tanah untuk penutup sampah
c) Kolam pengolah lindi tidak berfungsi
d) Sumber daya manusia tidak memadai.

Berhubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaan persampahan, di kota-kota yang disurvai menyatakan keterbatasan dana sebagai salah satu kendala peningkatan pelayanan pengelolaan persampahan. Keterbatasan dana tersebut dapat berakibat kepada:
a. Ketidakmampuan melakukan pemeliharaan terhadap sarana dan  prasarana pengelolaan sampah yang ada,
b. Ketidakmampuan melakukan penggantian terhadap sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang telah rusak,
c, Ketidakmampuan melakukan pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang baru untuk mencapai target pelayanan yang lebih baik,
d. Ketidakmampuan melakukan pengelolaan persampahan sesuai dengan standar operasional yang seharusnya (misal: rencana TPA = sanitary landfill, namun yang dilaksanakan hanya open dumping atau maksimal control dumping).

Pemilihan letak dan struktur geologi
        Suatu hal yang perlu dipertimbangkan suatu sanitary landfill adalah struktur geologi dan topografi serta permeabilitas dari tanah. Pertimbangan lain adalah kedalaman air tanah, lapisan tanah sampai lapisan batuan. Lokasi landfill akan menimbulkan efek yang merugikan bagi air permukaan dan air tanah yang terletak di bawah dasar landfill. Dalam keadaan demikian, maka tanah dapat diberikan beberapa renovasi untuk menghadapi leachate. Dengan cara demikian dapat ditingkatkan kualitasnya sebelum dipisahkan dengan air permukaan atau air tanah, aliran dari tanah ini dapat membentuk suatu materiil penutup. Sehingga dapat menciptakan suatu renovasi yang optimum menghadapi leachate.
        Lokasi landfill harus dipilih secara teliti dari lokasi yang tersedia yaitu basah dan berlumpur dapat digunakan sebagai tempat yang baik dan cukup luas bagi santary landfill.
        Ketika sebuah sanitary landfill ditempatkan pada area yang tersebar dekat dengan suplay air bersih, hal yang perlu diperhatikan adalah kedalaman dari tempat bebatuan dan air tanah.
        Mekanisme dari formasi leachate tak diketahui secara pasti, penelitian terakhir yang dilakukan oleh Fungaroli dan Stuiner (1969). Bahwa leachate sebagian besar merupakan akibat dari sanitary landfill. Metode hidrologi menunjukkan dengan sedikit air hujan maka leachate akan terbentuk, maka sanitary landfill dipikirkan keberadaannya sebagai sumber polusi.

Aktifitas biologi
Dari sisi kehidupan sebuah sanitary landfill akan mengalami, proses dekomposisi, secara aerob maupun anaerob ketika pertama kali material diletakkan dalam pengisian, maka proses dekomposisi mengarah pada peristiwa aerob, ketika komponen oksigen dikonsumsi, maka landfill dianggap mengalami kondisi anaerob, lamanya tergantung pada suhu dan oksigen yang tersedia. Periode dekomposisi aerob lebih cepat dibanding dengan periode anaerob dalam prosesini.
Hasil yang diperoleh dari dekomposisi aerob adalah asam dan alkohol, yang dikonsumsi oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan methana dan karbon dioksida. Gas methana menyebabkan kondisi gas masuk ke rumah. Fist (1967) melaporkan konsentrasi ledakan dalam penelitiannya gas lain yang diproduksi secara anaerob adalah hidrogen sulfida yang berbau busuk dan mudah meledak.




















DAFTAR PUSTAKA
Candra , Budiman, 2006, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Departeman Kesehatan dan Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1987. Pembuangan Sampah. Jakarta: Proyek pembangunan pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 4 (1) (2003) pp. 55-63
Daftar Standar dan Juknis Bidang Konstruksi dan Bangunan, Puslitbang Permukiman, 2001

Poerbo, Hassan Prof, 1993. Partisipasi Komunitas dalam Pengelolaan Sampah Kota, Proceeding Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Tantangan Masa Depan, 7-8 September, Bandung Indonesia. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pengelolaan Limbah Organik (Briket)

TINJAUAN PUSTAKA

1.      Latar belakang Pembuatan Briket Sampah
Semakin hari jumlah timbunan sampah khususnya sampah organik semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan lingkungan tercemar dan memperbesar peluang terjadinya bencana banjir. Untuk menghindari hal-hal tersebut, maka sampah organik harus diolah menjadi bentuk lain yang lebih bermanfaat agar jumlah timbunan sampah dapat berkurang. Salah satu cara untuk mengurangi jumlah sampah organik adalah dengan membuat briket dari sampah organik.
Di tengah-tengah terbatasnya bahan bakar minyak pada saat ini, briket dapat digunakan untuk keperluan bahan bakar alternatif. Selain bahannya mudah didapatkan dan cara membuatnya juga mudah, harga bahan-bahannya pun relatif murah sehingga golongan masyarakat menengah ke bawah pun bisa menggunakannya.
Menurut (Suprihatin, 1999), sampah terdiri dari 2 jenis berdasarkan asalnya, yakni Sampah organic dan sampah anorganik. Sampah organic adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah ini dapat diolah menjadi briket
Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang berasal dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau bahan-bahan yang berasal dari proses industri seperti plastik dan aluminium. Sampah ini tidak dapat diolah menjadi briket dan cara menanganinya dengan menggunakan metode 3 R, yakni reduce, reuse, dan recycle.

2.      Definisi Briket
Briket merupakan bahan bakar padat yang dapat digunakan untuk memasak. Briket merupakan sumber energi alternatif dan atau pengganti bahan bakar minyak dan atau kayu yang terbuat dari limbah organik, limbah pabrik maupun dari limbah perkotaan dengan metode yang mengkonversi bahan baku padat menjadi suatu bentuk hasil kompaksi yang lebih efektif, efisien dan mudah untuk digunakan (Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006).
Salah satu upaya untuk mengatasi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak ialah melalui bahan bakar alternatif, seperti briket. Briket adalah padatan yang umumnya berasal dari limbah pertanian. Sifat fisik briket tidak kompak, tidak keras, dan tidak padat, seperti serbuk gergaji dan sekam (tim penukis penebar swadaya, 2008).
Briket merupakan hasil dari pengolahan limbah atau sampah padat, namun hanya sampah yang bersifat degradable yang hanya dapat dijadikan sebagai briket, artinya hanya smpah yang mudah hancur yang dapat dijadikan briket. Briket sudah sering ditemui di lingkungan dan dikenal sebagai arang, namun kebanyakan briket yang ada di masyarakat adalah briket yang berasal dari kayu dan batu bara, sebab disamping masyarakat belum memahami bahwa briket ini sebenarnya dapat dibuat dari berbagai macam bahan baku, misalnya; tempurung kelapa, kotoran sapi, eceng gondok, kulit kacang, dan sampah organik (misalnya; dedaunan, ranting, serasah, jerami).

3.      Manfaat Briket
Briket sampah berguna dalam membantu mengatasi permasalahan dalam pengolahan sampah khususnya sampah organik, yakni mengurangi jumlah timbunan sampah. Selain itu, sejalan dengan semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil / minyak bumi, maka diharapkan briket  dapat menjadi alternatif bahan bakar bagi masyarakat  sekaligus mengurangi konsumsi yang tinggi dari minyak bumi.
Keuntungan lainnya adalah briket sampah bisa disimpan, sehingga  musim hujan tiba sementara daun dan ranting menjadi lembab, maka ada alternatif bahan bakar yang murah, relatif mudah  pembuatannya, dan tidak memakan waktu yg lama. Daya panas yang dihasilkan dari pembakaran briket sampah ini pun juga tidak kalah dibandingkan dengan bahan bakar minyak tanah. Kemampuan penyebaran bara apinya juga cukup baik, tidak mudah padam, dan tidak memerlukan tenaga ekstra untuk pengipasan. Volume asap yang dikeluarkan tidak sebanyak yang dihasilkan kayu bakar atau minyak tanah.

4.      Macam-macam Briket
Briket sebenarnya dapat dibuat dari beberapa bahan baku yang diusahakan dapat menunjang fungsi briket, artinya briket dapat dibuat dari bahan apa saja, namun hingga saat ini Briket yang pernah ditemui di tengah masyarakat dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sebagai berikut:
·         Briket batu bara; briket ini sering ditemui di lingkungan masyarakat pada umumnya karena briket ini merupakan briket yang pertama digunakan sebelum ditemukannya briket dari bahan baku lainnya.
Gambar briket batu bara

·         Briket arang; briket ini dibuat dari bahan baku kayu, terkadang masyarakat menggunakannya dalam bentuk arang hasil pembakaran kayu  tanpa diproses menjadi briket.
Gambar briket arang

·         Briket kotoran sapi; briket ini didapat dengan melakukan pembakaran pada kotoran sapi, sebenarnya dapat diganti dengan kotoran yang lainnya, misalnya kotoran kambing.
Gambar briket kotoran sapi

·         Briket serbuk gergaji; selama ini serbuk gergaji hasil proses pemotongan kayu tidak dimanfaarkan dan hanya dibuang atau dibakar begitu saja, padahal serbuk gergaji ini masih mengikat energi, sehingga dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif dengan pembuatan briket arang.
Gambar briket serbuk gergaji yang dibakar

·         Briket kulit kacang;
kulit kacang dapat juga digunakan sebagai briket, sebab tekstur dari kulit kacang yang menyerupai tekstur kayu ataupun tekstur tempurung kelapa, hal ini yang menyebabkan kemampuan kulit kacang dalam menimbulkan energi panas dapat dijadikan sebagai bahan baku briket.
Gambar briket kulit kacang

·         Briket sampah; sampah organik dapat digunakan sebagai briket, yakni seperti dedaunan, dan ranting.
Gambar briket sampah

·         Briket jerami; jerami yang dapat dijadikan briketadalah jerami yang berasal dari sisa panen yang telah kering. Karena jerami merupakan materi yang dapat terbakar dengan mudah dan ketika ia hangus ia langsung dapat hancur. Oleh sebab itu sangat bagus dijadikan briket dan dapat mengurangi limbah pertanian yang pengelolaannya akan menghasilkan briket yang dapat bernilai ekonomi.
·         Briket tebu; Briket ini merupakan salah satu sumber energi alternatif dengan memanfaatkan limbah pertanian. Kegunaan / manfaat yang bisa diperoleh dari penggunaan briket sampah ini diantaranya :
a) mengurangi tumpukan panenan tebu,
b) mengurangi pembakaran sampah tebu yg tdk  terkendali yg mengakibatkan kerusakan ekosistem biotik lahan tebu,
c) menyediakan bahan baku untuk keperluan energi rumah tangga / petani,
d) membantu persiapan pemanfaatan lahan & penanaman berikutnya.
·         Briket eceng gondok; Kelompok usaha briket bio power di Cihampelas, Bandung telah mengusahakan pemanfaatan tanaman eceng gondok menjadi bahan bakar alternatif. Selain ramah lingkungan, briket dari eceng gondok lebih harum dan sedikit asapnya.
·         Briket tempurung kelapa: sering kita temui para pedagang es degan, penjual makanan yang menggunakan santan kelapa. Untuk pengelolaan limbah tempurung kelapa yang susah hancur ketika ia masih utuh, perlu dijadikan barang yang sangat bermanfaat. Selain dapat dijadikan kerajinan tangan, tempurung kelapa dapat dijadikan bahan baku briket, bahkan seisi tempurung tersebut keseluruhannya dapat dijadikan briket baik tempurungnya yang keras, maupun sabut kelapa, ataupun cangkok luar kelapa tersebut. Bahkan nyala api yang dihasilkannya pun juga sangat bagus untuk memasak.

5.      Proses Pembuatan Briket
Ø  Siapkan bahan baku yang akan dijadikan briket, pisahkan bahan baku yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan ukurannya, bahan baku yang akan dijadikan briket jangan dicampur. Diharapkan pada saat pembakakaran, kualitas arang yang dihasilkan dapat mencapai standart atau hasil yang diinginkan, serta pada proses pengarangan dapat matang secara bersama-sama, jadi hasil dari pembakaran tidak akan variasi,misalnya ada beberapa yang sudah menjadi arang hitam, beberapa  yang lainnya masih berupa materi utuh, hal itu adalah hal yang tidak diinginkan karena akan memperlambat proses sebab bahan yang belum matang secra sempurna tadi akan dibakar lagi.
Bahan baku seperti; dedaunan, jerami, ranting-ranting, kemudian dijemur terlebih dahulu sebelum dibakar.
Ø  Proses kedua adalah proses pembakaran, dimana proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan tong, tangki, atau kaleng kue “khong guan” yang pada penutupnya diberi suatu pipa yang dialirkan kedalam distilator.
Gambar Rangkaian proses pembakaran materi bahan baku briket

Distilator merupakan ruang yang berisi air yang berfungsi merendam pipa asap agar asap dapat diembunkan dan menjadi asap cair yang memiliki kandungan antimikrobia dan antioksidan, sehingga secara keseluruhan proses ini tidak mengeluarkan zat berbahaya seperti karbon, oleh sebab itu proses ini dinamakan sebagai proses distilasi non-karbonasi.
Pada pembakaran ini diharapkan bahan baku cukup hanya menjadi arang saja, jangan sampai menjadi abu, setelah menjadi arang kemudian bahan disiram dengan air hingga dingin, tujuannya adalah untuk melapukkan bahan baku tersebut agar memudahkan dalam proses peleburannya.
Ø  Proses ketiga adalah proses penghalusan atau peleburan materi. Proses ini dapat dilakukan secara manual atau dapat juga menggunakan mesin pencetak briket yang sudah dilengkapi dengan alat penghancur atau penggiling materi arang tersebut. Secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan “alu” penumbuk beras.
Proses peleburan atau penghalusan materi yang dilakukan secara manual

Ø  Pada proses keempat adalah proses pencampuran adonan. Pada proses ini arang yang menjadi halus dicampur dengan tepung tapioka/lem kanji dengan perbandingan 1:4 atau 25% dari keseluruhan adonan, adonan kemudian dicampur dengan arang tempurung kelapa dengan kadar 10% dari seluruh adonan. Ada dua macam perbedaan proses, apabila pembuatan briket menggunakan mesin pencetak briket, pencampuran adonan dapat langsung dilakukan pada saat proses peleburan materi yang dimasukkan bersama dengan materi campuran. Namun apabila pembuatannya secara manual, panampuran adonan dapat dilakukan dengan menguleni.
Gambar pengulenan adonan secara manual

Ø  Proses kelima adalah pencetakan briket, pencetakan briket dapat dilakukan dengan menggunakan mesin atau juga dapat secara manual. Apabila menggunakan dapat dilakukan dengan memasukkan adonan pada mesin pencetak briket, mesin pencetak briket ini pun ada yang sederhana dan ada yang modern. Pada mesin manual, adonan dimasukkan ke dalam cetakan kemudian ditekan dengan kuat dengan memampatkan/mengunci mesin pencetak, sedangkan pada mesin pencetak modern kita tidak perlu mengeluarkan tenaga untuk menginci/memampatkan karena mesin ini bekerja secara otomatis.
Mesin pencetak briket sederhana                     Mesin pencetak briket modern yang dilengkapi dengan mesin penggiling arang

Sedangkan pada pencetakan briket secara manula dapat dilakukan dengan menggunakan media tabung bambu yang berlubang dua sisinya dan ukurannya sudah disesuaikan, atau dapat menggunakan paralon. Pencetakannya yaitu dengan memadatkan adonan kedalam cetakan dan tekan dengan kuat sehingga adonan dapat menjadi padatan kemudian salah satu sisinya diberi dorongan agar padatan dapat keluar dari cetakan dan terbentuk secara sempurna.
Ø  Pada tahap akhir, briket yang telah dicetak kemudian dikeringkan dengan proses penjemuran di bawah sinar matahari langsung, apabila kondisi atau temperatur panas dapat memungkinkan, briket dapat kering selama ± 2 hari, namun apabila cuaca atau kondisi tidak memungkinkan maka proses pengeringan briket ini dapat berlangsung hingga lebih dari 1 minggu. Mengapa harus menggunakan matahari langsung? Sebab yang dibutuhkan dalam proses penjemuran tersebut tidak hanya kondisi kering secara fisik saja yang dibutuhkan, namun juga sinar matahari dapat menyerap unsur hara dan mengeringkan sisa-sisa jasad renik yang terkandung di dalam bahan baku briket tersebut sehingga briket tidak dapat membusuk. Serta tujuan pengeringanbriket ini agar dalam penggunaannya briket dapat mencapai energi panas karena kandungan air yang terkandung dalam briket sudah ter-evaporasi oleh panas matahari.
Gambar proses penjemuran briket

6.      Penggunaan Briket
Briket biasanya digunakan menggunakan kompor khusus briket. Semua jenis briket menggunakan kompor yang sama, artinya tidak ada spesifikasi bahwa tiap jenis briket memiliki tiap jenis kompor.
Dalam pemakaiannya, briket yang harus dikeringkan atau terlebih dahulu karena briket yang tersimpan lama bisa mlempem. Kompor briket di desain berbeda dengan kompor minyak tanah ataupun kompor gas. Kemudian briket yang telah kering dan sudah dijemur dimasukkan ke dalam kompor briket tanpa direndam terlebih dahulu dengan minyak tanah sebab briket sendiri memiliki kemampuan panas dan tahan lama. Penggunaan minyak tanah pada briket hanya untuk mempercepat pencapaian panas pada pembakaran briket, dan itupun penggunaan hanya sedikit saja. Karena briket membutuhkan waktu hingga waktu 20 hingga 30 menit untuk dapat menciptakan energi panas. Oleh sebab itu sedikit minyak tanah akan membantu percepatan pencapaian energi panas.
Briket yang telah benar-benar kering dan siap untuk digunakan lalu diletakkan ke dalam kompor briket dan langsung dapat dibakar. Api yang dihasilkan oleh briket berbeda-beda tergantung setiap jenis bahan bakunya. Seperti pada briket bubuk gergaji, apinya tidak kelihatan sedangkan pada briket arang lebih cenderung api menimbulkan asap. Energi panas yang dihasilkan oleh api yang menyala dari briket dapat bertahan hingga 6 jam secara terus menerus tanpa dikipasi.
Gambar jenis kompor briket

7.      Kelemahan Briket
·           Briket memiliki kemampuan yang sangat lama untuk dapat mencapai panas yang dibutuhkan untuk memasak, yakni sekitar 20 hingga 30 menit. Sehingga membutuhkan bantuan minyak tanah, namun hanya beberapa tetes saja.
·           Meski tidak berbahaya, briket lebih banyak menghasilkan asap daripada minyak tanah,sehingga dapat menimbulkan sesak, namun tetap saja tidak berbahaya karena tidak mengandung bahan yang berbahaya seperti karbon (C), metana (CH4).
·           Briket pertama kali dibakar, tidak begitu terlihat nyala apinya sehingga membuat konsumen sering mengira bahwa briket belum menyala sehingga mereka terus m,enambahkan bahan seperti minyak tanah, dan hal itu dapat berbahaya ketika api mulai membesar dan konsumen baru menyadari.
·           Briket yang telah terbakar tidak akan dapat mati jika tidak sampai habis menjadi arang, apalagi jika konsumen dalam sekali memasak menggunakan beberapa briket dan itu akan memebutuhkan waktu yang lama juga untuk mematikannya. Akibatnya konsumen sering menggunakan air untuk menyiramnya, yang kemudian menyebabkan briket tidak dapat digunakan kembali karena briket telah mlempem, atau bahkan ada yang hancur.

8.      Pemanfaatan Asap Cair
Pengolahan dan pemanfaatan sampah organik menjadi briket arang dan asap cair yang dilakukan di Yogyakarta menggunakan peralatan yang memiliki bagian dapur pirolisis dan distilasi sampah organik sehingga dapat diperoleh asap cair yang juga memiliki beberapa manfaat. Beberapa manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Industri Pangan
Dalam industri pangan, asap cair dapat menjadi pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung dapat dihindarkan. Perlu dicatat bahwa pengasapan tradisional mempunyai banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak bisa dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya dapat dihindari.
2. Industri perkebunan
Asap cair dapat digunakan sebagi koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti anti jamur , anti bakteri dan antioksidan. Hal tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.
3. Industri Kayu
Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap, sehingga akan memperpanjang usia kayu.










PENUTUP

A.    Tanya – Jawab
1.    Dari ke 4 macam briket yang telah dijelaskan, yang mana yang paling efisien? Selain itu apakah pemerintah sudah memiliki perhatian terhadap briket?
2.    Apakah tidak bau kalau kita menggunakan briket kotoran sapi?
3.    Mengapa briket membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mencapai panas?
4.    Jelaskan manfaat dari asap cair?
5.    Mengapa asap cair tersebut dapat memberi rasa dan aroma yang spesifik?
6.    Mengapa harus diberi minyak tanah pada saat menyalakan briket tebu?

Jawaban
1.    Briket tebu merupakan briket yang lebih efisien karena cara membuatnya sangat mudah, harganya relative murah, dan bahan bakunya mudah didapatkan. Selain itu tebu sangat sering dijumpai pada sebagian besar wilayah Indonesia. Sayangnya saat ini usaha dari pemerintah untuk mengembangkan pengelolaan briket  masih belum ada. Padahal briket sangat bermanfaat di tengah-tengah keterbatasan bahan bakar minyak seperti saat ini.
2.    Kotoran sapi yang akan dijadikan briket nantinya pasti akan mengalami proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara terus menerus, sehingga baunya lama kelamaan akan menghilang.
3.    Karena briket merupakan hasil dari pemadatan materi, maka partikel yang terdapat dalam briket pun berikatan sangat kuat, terlebih lagi pada proses pembuatannya dicampur dengan adonan tepung tapioka, sehingga menyebabkan briket sangat keras. Hal itulah yang menyebabkan udara yang berfungsi sebagai konduktor panas tidak dapat menembus partikel briket yang sangat padat sehingga briket masih membutuhkan waktu lama untuk dapat mencapai pemanasan yang senpurna.
4.    Beberapa manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Industri Pangan
Dalam industri pangan, asap cair memberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung dapat dihindarkan. Perlu dicatat bahwa pengasapan tradisional mempunyai banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak bisa dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya dapat dihindari.
b. Industri perkebunan
Asap cair dapat digunakan sebagi koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti anti jamur , anti bakteri dan antioksidan. Hal tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.
c. Industri Kayu
Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap, sehingga akan memperpanjang usia kayu.
5.    Karena asap cair mengandung antimikroba dan antioksidan. Secara logika sebenarnya asap cair yang dihasilkan dari briket sampah tidak dapat digunakan sebagai pemberi rasa dan aroma, karena untuk pemanfaatan asp cair yang akan digunakan sebagai pemberi rasa dan aroma, akan digunakan bahan baku tersendiri sesuai dengan fungsi dari asap cair tersebut. Misalnya: pada pembuatan parfum, yang diproses dalam pembakaran bukan sampah seperti bahan baku briket, melainkan bahan-bahan yang memang dijadikan bahan baku parfum seperti; bunga, sirih, keningar. Jadi untuk pemanfaatan asap cair briket hanya dapat sebagai bahan pengawet dan pelapis kayu anti rayap. Selain itu, jika memang tidak dapat dimanfaatkan, briket dapat langsung dibuang karena ia tidak akan membahayakan karena tidak mengandung bahan yang berbahaya dan lagipula dari sekian kilo bahan baku yang dibakar hanya akan menghasilkan beberapa tetes asap cair saja.
6.    Minyak tanah digunakan untuk membantu proses nyala api, ia tidak berperan sebagai faktor utama untuk penggunaan briket, karena briket memiliki kemampuan mencapai panas 20-30 menit, maka agar dapat dipercepat waktu panasnya, dibantu oleh beberapa tetes minyak tanah. Setelah briket sudah panas, ia malah justru dapat lebih tahan lama daripada minyak tanah, yaitu 6 jam secara terus menerus tanpa dikipasi. Selain itu harus juga diberikan tambahan serbuk-serbuk kulit kelapa / daun kelapa yang telah kering agar bahan-bahan tadi dapat terserap oleh minyak tanah sehingga proses nyala api dapat dipercepat.

B.     Kesimpulan
·         Briket merupakan pengelolaan yang berbasis lingkungan masyarakat karena terjangkau, pembuatannya dapat dilakukan dengan sederhana, dan mudah.
·         Briket dapat bernilai ekonomi, karena dapat dujadikan sebagai bahan energi alternatif pengganti minyak gas.
·         Proses pembuatan briket yang bersifat distilasi non-karbonasi menjadikan briket ramah lingkungan, tidak mengandung bahan berbahaya ketika di bakar, hasil asap cairnya pun dapat dimanfaatkan.
·         Selain terdapat keuntungan, briket juga memiliki beberapa kelemahan.

C.    Saran
·         Kini masyarakat sudah memilki energi alternatif, diharapkan semakin banyak konsumen.
·         Sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat, diharapkan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan Lingkungan terus ditingkatkan.








DAFTAR PUSTAKA

Nisandi Afwina. 2007. Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arang dan Asap Cair. [Serial online]. http://p3m.amikom.ac.id/p3m/82%20-%20PENGOLAHAN%20DAN%20PEMANFAATAN%20SAMPAH%20ORGANIK%20MENJADI%20BRIKET%20ARANG%20DAN%20ASAP%20CAIR.pdf.(12 Februari 2010).
Tanpa nama. 2008. Penanganan dan Pengolahan Sampah. Jakarta: Tim Penebar Swadaya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS