RSS

Halaman

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Aquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)


a.      Definisi
AIDS atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibatnya kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan, khususnya sarcoma Kaposi dan limfoma yang hanya menyerang otak.
AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.    
b.      Epidemiologi
Setelah kasus dini yang ditemukan oleh Gottlieb dkk. Pada musim semi tahun 1981, CDC antara 1 juni 1981 sampai dengan September 1982 menerima laporan sejumlah 593 kasus sarcoma Kaposi, pneumonia Pneumocystis carinii dan lain-lain infeksi oportunistik yang membahayakan jiwa penderitanya. Penderita pada umumnya berumur antara 15-60 tahun tanpa penyakit imunodefisiensi maupun mendapat terapi obat imunosupresi. Sejumlah 41% atau 243 penderita telah meninggal dunia. Jumlah penderita meningkat demikian cepat sehingga samapi bulan mei 1985 diperkirakan sudah mencapai 12.000 kasus.
Menurut laporan pada bulan September 1985, di AS kasus penyakit ini sudah mencapai 13.000. Di eropa peningkatan kasus juga sangat cepat. Pada akhir tahun 1984 di Perancis ditemukan 3 kasus baru per minggu. Di Jerman Barat dan Inggris angka ini 2 kasus tiap minggu, sedangkan di Swiss dan Belanda tiap minggu ditemukan 1 kasus AIDS.
Penderita AIDS di negeri Barat umumnya ditemukan pada golongan masyarakat tertentu sesuai dengan table berikut.
Tabel Jumlah Kumulatif Kasus AIDS/HIV (+) di Indonesia Menurut Faktor Risiko s.d. 31 Agustus 1998.
No
Faktor Risiko
s/d 31 Juli 1998
s/d Agustus 1998
Jumlah
AIDS
HIV (+)
AIDS
HIV (+)
1
Homo/Biseksual
60
35
5
0
100
2
Heteroseksual
111
392
8
15
526
3
I.U.D
3
3
0
0
6
4
Transfusi darah
2
0
0
0
2
5
Hemofilia
1
1
0
0
2
6
Transmisi perintal
3
3
0
0
6
7
Tidak diketahui
14
78
0
10
102
Jumlah
194
512
13
25
744
Sumber : Direktorat Jendral PPM & PLP, DepKes R.I
Menurut perkiraan WHO jumlah kasus AIDS jauh lebih banyak. Jumlah ini sampai 31 Desember 1990 ialah 800.000 kasus dewasa dan 400.000 kasus anak. Di samping ini masih terdapat 8-10 juta orang yang seropositif HIV tanpa gejala klinis. Menurut perkiraan para pakar epidemiologi WHO sebagian besar kasus seropositif berada di banua Afrika.
Tabel Jumlah Kasus AIDS di Berbagai Negara Menurut LAporan WHO sejak AIDS Ditemukan Sampai Dengan 31 Desember 1990
Negara asal laporan
Jumlah Kasus
Afrika
81.019
USA
154.191
Benua Afrika kecuali USA
33.420
Asia
872
Eropa
41.947
Oseania
2.562
Sumber : Weekly Epidemiological Record 66:1-2 (1991)
Pada waktu ini keadaan tentu sudah banyak berubah. Kasus-kasus HIV dan AIDS sudah sangat meningkat. Hal ini disebabkan oleh deteksi yang makin canggih termasuk diagnosis laboratorik yang lebih mudah dilakukan di daerah dan yang terpenting ada kesadaran penderita dan para pelayan kesehatan.
Di Indonesia jumlah AIDS dan seropositif HIV sampai agustus 1998 masing-masing 207 sampai 537 kasus.
Menurut catatan hingga 31 maret 2006 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di seluruh Indonesia ialah HIV 4332, AIDS 5822, semuanya 10.154 kasus HIV/AIDS yang terbanyak di DKI Jakarta 3601, peringkat II Papua 1633, peringkat III Jawa Timur 1031. Di seluruh dunia lebih dari 40 juta orang terkena AIDS pada tahun 2004.
Tabel Jumlah Kumulatif Kasus AIDS/HIV (+) di Indonesia Berdasarkan Propinsi S/D 31 Agustus 1998
No
Propinsi
s/d 31 Juli 1998
s/d 31 Agustus 1998
Jumlah
AIDS
HIV (+)
AIDS
HIV (+)
1
Daerah Istimewa Aceh
0
1
0
0
1
2
Sumatera Utara
2
23
0
0
25
3
Sumatra Barat
0
2
0
0
2
4
Riau
2
69
0
0
71
5
Sumatera Selatan
1
28
0
0
29
6
Lampung
0
1
0
0
1
7
DKI Jakarta
78
115
13
24
230
8
Jawa Barat
11
10
0
0
21
9
Jawa Tengah
2
16
0
0
18
10
D.I Yogyakarta
2
3
0
0
5
11
Jawa Timur
8
35
0
0
43
12
Kalimantan Barat
0
4
0
0
4
13
Kalimantan Tengah
0
19
0
0
19
14
Kalimantan Selatan
0
3
0
0
3
15
Kalimantan Timur
0
8
0
0
8
16
Sulawesi Utara
2
1
0
0
3
17
Sulawesi Selatan
1
7
0
0
9
18
Bali
14
33
0
0
47
19
NTB
2
0
0
0
2
20
NTT
0
1
0
0
1
21
Maluku
2
14
0
0
16
No
Propinsi
s/d 31 Juli 1998
s/d 31 Agustus 1998
Jumlah
AIDS
HIV (+)
AIDS
HIV (+)
22
Irian Jaya
67
118
0
0
185
23
Timor Timur
0
1
0
0
1
Jumlah
194
512
13
25
744
Sumber : Direktorat Jedral PPM & PLP, Dep Kes R.I
Tabel Jumlah Kumulatif Kasus AIDS/HIV (+) di Indonesia Menurut Golongan Umur s.d 31 Agustus 1998
No.
Golongan Umur

s/d 31 Juli 1998
s/d Agustus 1998
Jumlah
AIDS
HIV (+)
AIDS
HIV (+)
1
< 1
2
1
0
0
3
2
1-4
0
2
0
0
2
3
5-14
1
0
0
0
1
4
15-19
6
33
0
0
39
5
20-29
46
281
5
15
347
6
30-39
92
105
5
9
211
7
40-49
39
31
3
1
74
8
50-59
6
6
0
0
12
9
>60
2
1
0
0
3
10
Tidak diketahui
0
52
0
0
52
Jumlah
194
512
13
25
744

c.       Etiologi
HIV ialah retrovirus yang disebut Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia Lymphotrophic Virus (retrovirus). LAV ditemukan oleh Montagnier dkk. Pada tahun 1983 di Perancis, sedangkan HTLV-III ditemukan oleh Gallo di Amerika Serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak ditemukan di Afrika Tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau Afrika, 70% dalam darahnya mengandung virus tersebut tanpa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV -2 terbanyak karena HIV-1. Partikel HIV terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang dilindungi envelop lipid asal sel hospes.
d.      Patogenesis
Cara penularan terutama melalui darah, cairan tubuh dan hubungan seksual. Virus HIV ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan sperma dan darah, sedangkan dalam jumlah kecil ditemukan dalam air liur dan air mata.
HIV menginfeksi system imun terutama sel CD4 dan menimbulkan destruksi sel tersebut. HIV dapat laten dalam sel imun dan dapat aktif kembali yang menimbulkan infeksi. Produksi virus menimbulkan kematian sel dan juga limfosit yang tidak terinfeksi, defisiensi imun dan AIDS.
Sistem imun dikuasai oleh virus yang verproliverasi cepat di seluruh tubuh. Bila sel CD4 turun di bawah 100/µl, infeksi oportunistik dari keganasan meningkat. Demensia HIV dapat terjadi akibat bertambahnya virus di otak. CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD 4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol)
Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi. Di sekitar kita banyak sekali infeksi yang beredar, baik itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.

e.       Penularan
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan kelamin (air mani atau cairan vagina yang telah terinfeksi) dan air susu ibu yang telah terinfeksi. Sedangkan AIDS adalah sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun. HIV dapat menular ke orang lain melalui :
1)      Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
2)      Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
3)      Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
4)      Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)
HIV tidak ditularkan melalui hubungan sosial yang biasa seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS. Sedangkan OHIDA (Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga (anak, istri, suami, ayah, ibu) atau teman-teman pengidap HIV atau AIDS.
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.
f.       Gejala Klinis dan Kriteria Diagnosis
Gejala penderia AIDS dapat ringan sampai berat. Di AS ditemukan ratusan ribu orang yang dalam darahnya mengandung virus AIDS tanpa gejaa klinis (carrier). Pembagian tingkat klinis penyakit infeksi HIV, dibagi menjadi berikut : ( ceramah AIDS oleh Zubairi Djoerban, di BLKM Departemen Kesehatan RI, 19 Januari 1994).
1)      Tingkat klinis I (asimptomatik/Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP)
a)      Tanpa gejala sama sekali.
b)      LGP
Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan aktivitas normal.
2)      Tingkat klinis II (dini)
a)      Penurunan berat badan kurang dari 10%
b)      Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus pada mulut yang berulang dan keilitis angularis.
c)      Herpes zoster yang timbul pad lima tahun terakhir.
d)     Infeksi saluran nafars bagian atas berulang misalnya sinusitis.
Pada tingkat ini penderita sudah menunjukkan gejala, tetapi aktivitas tetap normal.
3)      Tingkat klinis III (menengah)
a)      Penurunan berat badan lebih dari 10%
b)      Diare kronik lebih dari satu bulan, tanpa diketahui sebabnya.
c)      Demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang timbul maupun terus menerus.
d)     Kandidosis mulut.
e)      Bercak putih berambut di mulut (hairy leukoplakis)
f)       Tuberkulosis paru setahun terakhir.
g)      Infeksi bacterial berat, misalnya pneumonia.
4)      Tingkat klinis IV (lanjut)
a)      Badan menjadi kurus, HIV wasting Syndrome, yaitu berat badab turun lebih dari 10% dan diare kronik tanpa diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan atau kelemahan kronik dan demam tanpa diketahui sebabnya lebih dari 1 bulan.
b)      Pnemonia Pneumonia carinii
c)      Toksoplasmosis otak
d)     Kriptokokosis dengan diare lebih dari 1 bulan
e)      Kriptokokosis di luar paru
f)       Infeksi sitomegalo virus pada organ tubuh kecuali di limpa, hati atau kelenjar getah bening.
g)      Infeksi virus herpes simpleks di mukokutan lebih dari 1 bulan atau di alat dalam (visceral) lamanya tidak dibatasi
h)      Mikosis apa saja (misalnya histoplasmosi, koksidiodomikosis) yang endemic, menyerang banyak organ tubuh (diseminata)
i)        Kandidosis esophagus, trakea, bronkus atau paru
j)        Limfoma
k)      Sarkoma Kaposi
l)        Ensefalopati HIV, sesuai criteria CDC, yaitu gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif sesudah beberapa minggu atau bulan, tanpa dapat ditemukan penyebab  lain kecuali HIV.
Amstrong mengajukan kriteria AIDS berdasarkan factor predisposisi dan menderita salah satu penyakit infeksi yang tercantum dalam tabel berikut :
Tabel Penyakit Yang Disebabkan Salah Satu Organisme Tersebut di Bawah Memberikan Petunjuk Kemungkinan AIDS
Bakteri
Jamur
Parasit
Virus
-          Mycobacterium intracellulare avium yang kompleks diseminata
-          Esofagitis oleh karena Candida spp.
-          Pneumonia oleh Pneumocystis carinii
-          Ensefalitis oleh Toxoplasma gondii
-          Bentuk disemianta oleh infeksi Cytomegalo virus
-          Herpes simpleks yang progesif dan ulseratif
-          Leukoensefalopatia yang progresif dan multifokal

g.      Pengobatan
Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang. Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV.
HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein. Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.
Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan RNA menjadi DNA dan menghambat pembentukan protein-protein aktif. Enzim yang membantu pengubahan RNA menjadi DNA disebut reverse transcriptase, sedangkan yang membantu pembentukan protein-protein aktif disebut protease. Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA virus harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh. Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan proses penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara total.
Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein yang nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya, protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya, maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein fungsional yang berperan sebagai enzim.
Menurut Flexner (1998), pada saat ini telah dikenal empat inhibitor protease yang digunakan pada terapi pasien yang terinfeksi oleh virus HIV, yaitu indinavir, nelfinavir, ritonavir dan saquinavir. Satu inhibitor lainnya masih dalam proses penelitian, yaitu amprenavir. Inhibitor protease yang telah umum digunakan, memiliki efek samping yang perlu dipertimbangkan. Semua inhibitor protease yang telah disetujui memiliki efek samping gastrointestinal. Hiperlipidemia, intoleransi glukosa dan distribusi lemak abnormal dapat juga terjadi.
Uji klinis menunjukkan bahwa terapi tunggal dengan menggunakan inhibitor protease saja dapat menurunkan jumlah RNA HIV secara signifikan dan meningkatkan jumlah sel CD4 (indikator bekerjanya sistem imun) selama minggu pertama perlakuan. Namun demikian, kemampuan senyawa-senyawa ini untuk menekan replikasi virus sering kali terbatas, sehingga menyebabkan terjadinya suatu seleksi yang menghasilkan HIV yang tahan terhadap obat. Karena itu, pengobatan dilakukan dengan menggunakan suatu terapi kombinasi bersama-sama dengan inhibitor reverse transcriptase. Inhibitor protease yang dikombinasikan dengan inhibitor reverse transkriptase menunjukkan respon antiviral yang lebih signifikan yang dapat bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama (Patrick & Potts, 1998).
Mengenai ODHA sendiri pengobatan kombinasi penghambat reverse transcriptase dan penghambat protease, Penelitian terakhir membuktikan bahwa obat-obat anti virus yaitu indinavir, retrovir, dan lamivudin yang diberikan sebagai kombinasi dapat meningkatkan CD4 dan menghilangkan HIV pada 24/26 sampai ditingkat unmesurable genes of HIV. Namun setelah pengobatan beberapa waktu, mungkin HIV akan bermutasi menjadi resisten dan toksisitas obat akan muncul sehingga perlu obat baru. Obat-obat yang sedang diteliti adalah antisense therapy, gene therapy dengan penghambat HIV yang ditubjukkan ke CD4 dan sel induk. Penelitian lain dengan cara pengobatan dan obat baru anti HIV masih banyak dibutuhkan oleh karena penyakit ini banyak menelan jiwa penderita dan sangat merugikan sosio-ekonomi masyarakat luas terutama pada Negara berkembang.
Di RSCM Jakarta pengobatan HIV/AIDS dilakukan oleh Pokdisus RSCM. Obat yang dilakukan ialah kombinasi 3 obat antiretroviral, yakni :
1.      Zidovudin (AZT)
Dosis : 500-600 mg sehari per os.
2.      Lamivudin (3TC)
Dosis : 150 mg sehari dua kali.
3.      Neviropin
Dosis : 200 mg sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg sehari dua kali.
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa sampai saat ini belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obatan yang telah ditemukan hanya menghambat proses pertumbuhan virus, sehingga jumlah virus dapat ditekan.
h.      Pencegahan
Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit adalah sebagai berikut:
1)      Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui penderita AIDS dan orang yang sering menggunakan obat bius secara intravena.
2)      Mitra seksual multiple atau hubunga seksual dengan orang yang mempunyai banyak teman kencan seksual, memberikan kemungkinan lebih besar mendapat AIDS.
3)      Cara hubungan seksual yang dapat merusak selaput lender rectal, dapat memperbesar kemungkinan mendapat AIDS. Senggama anal pasif yang pernah dilaporkan pada beberapa penelitian menunjukkan korelasi tersubut. Walaupun belum terbukti, kondom dianggap sebagai salah satu untuk menghindari penyakit kelamin, cara ini masih merupakan anjuran.
4)      Kasus AIDS pada orang yang menggunakan obat bius intravena dapat dikurangi dengan cara memberantas kebiasaan buruk tersebut dan melarang penggunaan jarum suntik bersama.
5)      Semua orang yang tergolong beresiko tinggi AIDS seharusnya tidak menjadi donor. Di AS soal ini sudah dipecahkan dengan adanya penentuan zat anti-AIDS dalam darah melalui cara Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Di RSCM Divisi Hematologi Departemen penyakit Dalam uji ini sudah dapat dikerjakan.
6)      Para dokter harus ketat mengenai indikasi medis transfuse darah autolog yang dianjurkan untuk dipakai.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar