A. Hazard Ergonomi
Ergonomi adalah istilah yang biasa digunakan di Indonesia dan kebanyakan negara-negara di Eropa, tetapi di Amerika Serikat lebih dikenal dengan istilah Human Factor Engineering/Human Engineering/Engineering Psychology. Namun umumnya kalangan medis lebih menyukai istilah ergonomi sebab istilah human factor engineering lebih berorientasi pada ilmu pengetahuan teknik dan psikologi. Istilah ergonomi lebih menitikberatkan pada “bagaimana kondisi kerja mempengaruhi pekerja”. Pekerja akan mengalami perubahan fisiologis terhadap terhadap faktor-faktor fisik di tempat kerja, seperti panas, pencahayaan, bising, pekerjaan yang melibatkan psikomotor kompleks, dan lain-lain. ergonomi bertujuan untuk mengurangi kelelahan (fatigue) atau ketidaknyamanan (discomfort) dengan cara mendesain tugas/alat bantu kerja sesuai dengan kapasitas kerja individu pekerja (Ridwan Harrianto, 2010).
Sebaliknya, istilah human factor lebih menitikberatkan pada konteks hubungan manusia dengan mesin/peralatannya, yang berarti “bagaimana perilaku pekerja dalam interaksinya dengan peralatan, tempat kerja, dan lingkungan kerjanya. Human factor bertujuan untuk mengurangi kesalahan yang dilakukan oleh individu pekerja (human error) dengan memperhatikan ukuran pekerja dan kemampuan relatif fisiknya (keterbatasan-keterbatasannya) terhadap desain tempat kerja dan peralatannya (Ridwan Harrianto, 2010).
Ø Interaksi antara organisasi tempat kerja dan individu pekerja
Pada prinsipnya, organisasi tempat kerja adalah perencanaan koordinasi beberapa orang pekerja berdasarkan kelompok-kelompok kerja dan hierarki tugas kerja untuk mencapaiu tujuan bersama. Budaya organisasi tempat kerja yang baik harus menerima konsep keselamatan kerja dan prosedur pelaksanaan kerja yang sehat sebagai prioritas utama dari salah satu kebijakan kerjanya. Budaya ini harus didukung oelh berbagai pihak, antara lain:
a. Budaya kerja yang tidak harus menuntut produktivitas melebihi pertimbangan keselamatan kerja harus didukung oleh manajer, misalnya: pengaturan shift kerja, waktu istirahat, dll. Manajer harus mempertimbangkan kebutuhan fisiologis-psikologis pekerja kebijakan organisasi yang menyokong konsep kesehatan dan keselamatan kerja, sangat penampilan kerja, misalnya:
- Penjadwalan waktu istirahat, kerja lembur, kerja shift malam, dan rotasi
- Pemeliharaan mesin dan alat bantu kerja secara berkala
- Pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja
- Pemeriksaan kesehatan secara berkala
- Prosedur penempatan individu pekerja pada tempat kerja yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya
- Pelatihan keselamatan kerja harus senantiasa menjadi prosedur rutin dalam program kerja setiap kelompok kerja
b. Pihak manajemen harus berupaya untuk menumbuhkan adanya pola komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan mekanisme umpan-balik yang baik.
- Manajemen harus memberikan pelatihan dan memantau implementasi prosedur standart untuk pekerjaan yang berbahaya
- Mesin dan peralatan kerja harus diusahakan dapat cukup terjaga untuk tidak membahayakan terhadap kesalahan operasi
- Prosedur penjadwalan harus disesuaikan dengan kemungkinan timbulnya ketidakpastian dan keterlambatan
c. Pekerja harus diikutsertakan dalam perbaikan sistem kerja. Pekerja harus turut meminimalisasi potensi kesalahan operasi dengan menyingkirkan semua elemen yang dapat menyebabkan kegagalan atau berulangnya kegagalan kerja mesin-mesin yang berpotensi menimbulkan gangguan keselamatan kerja.
(Ridwan Harrianto, 2010).
Ø Interaksi Antara Lingkungan Tempat Kerja dan Individu Pekerja
Faktor-faktor yang ada di lingkunga tempat kerja, seperti cuaca, suhu ekstrem, pencahayaan, kebisingan, vibrasi, bau-bauan, ventilasi, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi penmapilan dan produktivitas pekerja, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat kerja, terkadang memiliki gejala seperti penyakit umum lainnya, atau dapat juga mencetuskan timbulnya penyakit umum yang memang diderita pekerja. Misalnya:
· Perubahan ventilasi dapat mengakibatkan timbulnya sick building syndrome yang menyerupai penyakit influensa. Penyakit tersebut sebenarnya merupakan penyakit sosiogenik, karena gangguan ini timbul tanpa diakibatkan berkurangnya kualitas udara di lingkungan kerja.
· Penyakit asma dapat dicetuskan sebagai atau ditimbulkan oleh faktor-faktor lingkungan di tempat kerja.
· Temperatue tempat kerja yang terlalu panas dan terlalu dingin mengakibatkan stres yang berat untuk jaringan tubuh. Temperatur yang terlalu dingin mengakibatkan terjadinya kontriksi pembuluh-pembuluh darah tepi, yang mengekibatkan berkurangnya sensitivitas, koordinasi komponen-komponen tubuh, dan fleksibilitas sehingga lebih rentan untuk timbulnya cedera. Temperatur yang terlalu tinggi mengakibatkan cepat lelah dan timbulnya heatstres.
· Pajanan terhadap vibrasi terjadi akibat penggunaan alat bantu genggam yang bergetar (segmental) atau mengendarai kendaraan yang meniombulkan getaran (wholebody). Vibrasi segmental akan mengakibatkan timbulnya stres terhadap tendo, otot-otot, sendi dan saraf tepi jari, tangan , dan lengan, sehingga dapat menimbulkan hilangnya rasa raba, kesemutan dan timbulnya rasa nyeri pada saat menggenggam. Vibrasi wholebody mempengaruhi hampir semua jaringan tubuh, terutama pada tulang belakang dan medula spinalis.
Memelihara kondisi tempat kerja tanpa melampauinilai-nilai ambang batas masing-masing komponen lingkungan kerja seperti terhadap paparan bising, vibrasi segmental, cold stres, heat stres, dan radiasi merupakan pengendalian terbaik untuk mencegah gangguan kesehatan akibat faktor lingkungan tempat kerja.
(Ridwan Harrianto, 2010).
Ø Interaksi Antara Tempat Kerja dan Individu Pekerja
Salah satu penyebab terjadinya stres fisik akibat kerja adalah terjadinya ketidaksesuaian ukuran-ukuran komponen tempat kerja dengan pekerja sehingga mengharuskan pekerja bekerja dengan posisi sulit, seperti; membungkuk, mengangkat lengan dan bahu terlalu tinggi, atau aktivitas hanya dapat dilakukan dengan satu tangan, dll. Prinsip ergonomi yang benar mengharuskan peralatan kerja yang sesuai atau dapat disesuaikan dengan ukuran individu yang menggunakannya. Dalam hal ini, data antropometri segmen tubuh digunakan untuk menentukan jarak lolos bagaian tubuh, sikap yang nyaman, guna memastikan terjaminnya syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta mengembangkan terciptanya keselarasan dan kenyamanan bekerja (Ridwan Harrianto, 2010).
Ø Interaksi Antara Jabatan dan Individu Pekerja
Dalam konteks ini, jabatan diartikan sebagai peranan individu pekerja dalam organisasi tempat kerja, meliputi sejumlah tugas khusus yang dilaksanakan terus-menerus setiap hari kerja. Sedangkan perencanaan beban tugas (job design) adalah program kerja yang menciptakan peranan individu pekerja dalam organisasi agaar dapat berinteraksi secara sistematis dengan pekerja yang lain, dengan produk, serta tugas-tugas pelayanan, agar dapat mencapai tuntutan pekerjaan yang sesuai/selaras dengan kemampuan fisik dan mentalnya.
Perencanaan beban tugas seorang pekerjaan didasarkan pada tuntutan pekerjaan yang dibebankan oleh organisasi kerja. Demi tercapainya perencanaan tugas yang sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja, maka perencanaan beban tugas harus seimbang dengan ketrampilan, pengetahua, dan kemampuan fisik pekerja, serta penyediaan sistem kerja, seperti peralatan, mesin-mesin, dan prosedur kerja yang memadai. Dengan demikian perencanaan tugas harus berdasarkan pada (Ridwan Harrianto, 2010).
· Analisa tugas menurut aktivitas yang dibutuhkan pekerja, misalnya:
- Analisa biomekanik (gerakan bagian tubuh, jangkauan, kekuatan, daya tahan kecepatan, dan respons mekanik terhadap stres fisik, tes tes terhdap stres kardiovaskuler, pengukuran konsumsi pemakaian tenaga, dll) diperlukan untuk pekerjaan dengan aktivitas mengangkat beban atau penggunaan tenaga fisik yang berat
- Audiogram pada pekerjaan yang dilakukan di tempat bising dilakukan
- Tes fungsi paru pada pekerjaan di tempat yang berdebu
· Pertimbangan tentang nilai ambang batas, misalnya:
- Aktivitas mengangkat beban
- Pekerjaan yang menggunakan peralatan yang menimbulkan vibrasi
- Pekerjaan yang membutuhkan gerakan organ tubuh yang berulang
· Pemeriksaan medis sebelum kerja dan pemeriksaan medis untuk penugasan di tempat kerja, terutama yang mengandung resiko tinggi harus dilaksanakan dengan seksama (Harianto, 2010).
Ø Interaksi Antara Tugas Kerja dan Individu Pekerja
Tugas kerja adalah sejumlah aktivitas yang dibebankan pada pekerja guna tercapainya penyelesaian tujuan fungsional khusus fari keseluruhan sistem kerja. Setiap tugas kerja terdiri dari sederetan elemen pekerjaan, misalnya pekerjaan yang menggunakan keterampilan tangan, dimulai dari pekerjaan memantau objek kerja (melihat dengan mata atau meraba dengan tangan), menyeleksi (memisahkan objek kerja dari kelompoknya yang lain), dan merencanakan (suatu proses mental sebelum dilakukan gerakan), sangat bergantung pada kemampuan aktivitas kognitif dan fisik masing-masing pekerja (Ridwan Harrianto, 2010).
Prasyarat perencanaan tugas kerja mencakup setiap langkah tugas kerja harus dapat diprediksi dan kecepatan harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing pekerja, standar prestasi pun harus jelas dan mudah dimengerti. Beban tugas yang berlebihan atau beban tugas yang terlalu sedikit akan mengurangi penampilan kerja individu pekerja (Ridwan Harrianto, 2010).
Analisa tugas adalah perbandingan antara tuntutan kerja dengan kemampuan pekerja serta sumber sistem kerja. Demi tercapainya penampilan kerja yang optimal dari seorang individu, harus dilakukan hal-hal berikut ini:
a. Pada pekerjaan dengan aktivitas mengangkat beban, dibutuhkan upaya untuk mengurangi berat beban yang diangkat, jarak pemindahan barang, gerakan membungkuk, memutar badan, jangkauan yang jauh,penggunaan peralatan mekanik dalam mengangkat beban, dan lain-lain
b. Pada pekerjaan pergerkan tangan yang berulang, dibutuhkan upaya untuk mengurangi kecepatan proses kerja, modifikasi alat-alat bantu kerja, penyesuaian tinggi meja kerja, dan lain-lain
c. Pekerjaan tertentu membutuhkan posisi tubuh dan ekstremitas yang tepat
Ø Jangan bekerja dengan posisi tangan yang janggal, tetapi pertahankan dalam posisi yang lurus. Posisi pergelangan tangan yang tidak lurus misalnya, deviasi ulnar, deviasi radial, dorsofleksi, ataupun palmarfleksi akan mengakibatkan rasa cepat lelah dan gangguan kesehatan lainnya.
Ø Optimalkan konfigursi tulang belulang. Keuntungan mekanis otot bisep brachii bergantung pada besarnya sudut fleksi di sendi siku. Otot ini sebagai otot fleksor, tetapi sebenarnya lebih berfungsi sebagai eksorator, karena brinsersio pada tuberositas radii.
Ø Kurangi gerakan kepala yang berlebihan. Objek yang terletak di luar lapangan penglihatan binokuler, mengakibatkan kepala harus banyak bergerak untuk mengatasi situasi tersebut. dengan menata posisi kerja yang tepat, atau penyesuaian tempat kerja dapat mengatasi masalah ini
(Ridwan Harrianto, 2010).
Ø Interaksi Antara Desain Mesin dan Individu Pekerja
Pelaksanaan tugas secara manual oleh pekerja umumnya sangat melelahkan dan kurang produktif, maka penggunaan mesin di tempat kerja akan sangat membantu kelancaran, kecepatan, dan efisiensi pekerjaan. Akan tetapi, tidak semua tugas dapat digantikan oleh mesin, karena mesin juga memiliki lebih banyak keterbatasan dibandingkan manusia. Tugas-tugas yang membutuhkan pertimbangan yang matang, atau tgas yang membutuhkan integrasi berbagai informasi, atau tugas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, hanya dapat dilakukan oleh manusia. Penggunaan mesin akan lebih baik pada tugas-tugas rutin, karena tugas dapat diselesaikan dengan lebih tepat, cepat, dan konsisten.
Desain mesin yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
- Tampilan dan tombol-tombol pengaturharus berguna, mudah dimengerti, mudah dilihat, dan mudah dibaca
- Memiliki tanda bahaya/alarm yang mudah menarik perhatian
- Dapat dikunci, sehingga tidak semua orang dapat menghidupkan mesin
- Memiliki sistem “failsafe”, sehingga mesin tersebut akan berhenti sendiri bila terjadi kesalahan yang dilakukan oleh pekerja dalam mengoperasikan mesin tersebut
(Ridwan Harrianto, 2010).
Ø Interaksi Antara Alat Bantu/Peralatan Kerja dan Individu Pekerja
Peralatan kerja adalah alat bantu kerja genggam guna memperpanjang jangkauan, memperbesar kekuatan atau meningkatkan efektivitas tugas. Beberapa prasyarat yang dibutuhkan dalam desain alat bantu kerja untuk mencapai pemeliharaan toleransi biomekanika kerja otot yang optimal, yaitu:
- Pegangan alat bantu genggam harus memiliki ketebalan, ukuran, dan bentuk yang cocok dengan pekerja. Dengan demikian harus tersedia bermacam-macam ukuran dan bentuk untuk masing-masing pekerja
- Alat bantu genggam harus seringan mungkin. Alat bantu genggam yang ringan akan lebih mudah digunakan dan dapat memperlambat kelelahan
- Pertahankan sendi bahu dalam posisi yang cukup rendah. Abduksi lengan atas pada sendi bahu tanpa penyokong dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan rasa cepat lelah. Misalnya, bekerja dengan alat bantu genggam yang lurus (shower)
- Alat bantu genggam harus terpegang cukup kuat. Alat bantu genggam yang berat akan membuat cepat lelah dan dapat terlepas waktu digunakan. Dengan mendesain alur-alur pada pegangan alat bantu genggam, dan menyesuaikan diameter pegangan untuk tangan yang lain sebagai stabilisator, maka alat bantu genggam dapat dipegang kuat-kuat
- Buat perisai pada alat bantu genggam yang dapat menjepit atau melukai kulit. Gunting yang diberi bantalan pada kedua pegangannya dapat mencegah terjepitnya jari-jari tangan. Gergaji listrik sebaiknya diberi tambahan perisai pelindung untuk mencegah jari-jari tanga terpotong
- Jangan membuat tombol/swit yang hanya dioperasikan dengan satu atau beberapa ujung jari. Melakukan penekanan dengan satu atau beberapa ujung jari berulang-ulang untuk jangka waktu yang lam akan mengakibatkan rasa lelah dan rasa kaku pada jari-jari tangan. Desain tombol/swit yang digenggam atau berbentuk lempeng panjang akan lebih baik daripada yang menggunakan cara penekanan dengan satu atau beberapa ujung jari
- Kurangi kompresi pada jaringan tubuh. Ujung pegangan peralatan kerja (mis; kape.penggaruk sisa-sisa cat tembok) yang kurang memadai dapat menekan arteri ulnaris yang terletak di pangkal pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri dan kesemutan di jari manis dan kelingking. Memodifikasi pegangan peralatan tersebut dengan menambah tonjolan yang terletak diantara ibu jari dan telunjuk, menyebabkan beban utama tekanan akan berpindah ke tempat ini yang relatif bebas dari aliran pembuluh darah
(Tichauer, 1976)
Ø Manual Material Handling
Banyak jenis pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, melempar, menyokong, memindahkan beban atau memutar beban dengan tangan atau bagian tubuh lain. aktivitas semacam ini sering disebut sebagai istilah manual material handling. Nyeri pinggang akibat pekerjaan manual material handling, 50% diantaranya diakibatkan oleh aktivitas mengangkat beban, 9% karena mendorong dan menarik beban, 6% karena menahan, melempar, memutar, dan membawa beban (Ridwan Harrianto, 2010).
Penelitian Klein (1984) menyatakan bahwa pekerja angkat beban, seperti tukang sampah, pekerja di sektor konstruksi, gudang, dan perawat, mengajukan klaim asuransi kesehatan 10x lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan yang menggunakan tenaga fisik yang lebih ringan (Ridwan Harrianto, 2010).
Kramer (1973) menyatakan bahwa 20% angka absensi dan 50% pensiun dini di sektor industri Jerman Barat diakibatkan oleh nyeri pinggang akibat kerja. Oleh sebab itu, masalah aktivitas angkat beban ini menjadi perhatian utama dala program kesehatan dan keselamatan kerja di sektor industri (Ridwan Harrianto, 2010).
0 komentar:
Posting Komentar