RSS

Halaman

Pengelolaan Limbah Organik (Kompos)

1.      Pengertian
Ø  Kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri  pembusuk) yang bekerja di dalamnya (Murbandono HS, 2002). Dapat juga diartikan bahwa kompos adalah Hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota dan sebagainya (Marsono, 2001).
Ø  Pengomposan
Pengomposan adalah pengolahan sampah organic terkontrol secara biologis melalui aktivitas mikroorganisme untuk mengubah sampah organic menjadi materi seperti tanah (kompos) yang mendukung keseimbangan lingkungan. Pengomposan dapat dilakukan dalam  skala kecil/rumah tangga (pada sumber penghasil sampah), dalam skala menengah/kelompok/komunal (Dasawisma/RT/RW), dan  dapat dilakukan dalam skala besar (usaha/industri)

2.      Manfaat Pengomposan
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
v  . Aspek Ekonomi :
     Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
     Mengurangi volume/ukuran limbah
     Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
v  . Aspek Lingkungan :
     Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
     Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
v  Aspek bagi tanah/tanaman:
     Meningkatkan kesuburan tanah
     Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
     Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
     Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
     Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
     Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
     Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
     Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah limbah organik, sebesar 60 – 70%, dan sampah anorganik sebesar ± 30%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara.

3.      Bahan Kompos
Asal
Bahan
1. Pertanian

Limbah dan residu tanaman
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan serabut kelapa.
Limbah dan residu ternak
Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas.
Tanaman air
Azolla, ganggang biru, enceng gondok, gulma air.
2. Industri

Limbah padat
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan.
Limbah cair
Alkohol, limbah pengolahan kertas, limbah pengolahan minyak kelapa sawit.
3. Limbah Rumah Tangga

Sampah
Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota.
 

4.      Jalur Pengomposan
Jalur pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerob maupun anaerob, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Perbedaan dari pengomposan aerob dan anaerob adlah sebagai berikut:

Ø  Pengomposan Aerob
Pengomposan secara “aerob” memerlukan keseimbangan :
o   C = Karbon, untuk sumber energi
o   N = Nitrogen, untuk berkembang biak
o   Oksigen (udara segar)
o   Kelembaban (kadar air)
Dalam sistem ini kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap ( menjadi Co2 ) dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama proses pengomposan aerob tidak timbul bau busuk. Selama proses pengomposan berlangsung,akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi. Kenaikan suhu dalam timbunan bahan organik,menghasilkan suhu yang menguntungkan mikroorganisme temofilik. Apabila suhu melampaui 50º-70º C, kegiatan mikroorganisme menurun kerena kematian organisme akibat panas tinggi. Pemenuhan udara pada proses aerob ini dilakukan dengan adanya pengadukan. Dalam proses ini belatung yang dihasilkan sedikit dan waktunya relative cepat (4-8 minggu). Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit
Ø  Pengomposan Anaerob
Penguraian bahan organik terjadi pada kondisi anaerob (tanpa oksigen/ tanpa pengadukan).Tahap pertama, bakteri fakultatif penghasil asam menguraikan bahan organik menjadi asam lemak ,aldehida dan lain-lain. Proses selanjutnya bakteri dari kelompok lain akan mengubah asam lemak menjadi gas metan, amoniak,CO2 dan hidrogen .Pada proses aerob energi yang dilepaskan lebih besar (484-674 kcal mole glikosa -1 ) sedangkan pada proses anaerob hanya 25 kcal mole glukosa-1. Pada proses awal suhu < 50ºC, gas yang dihasilkan adalah H2S, NH3, CH4 sehingga menimbulkan baud an banyak belatung. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengomposan anaerob ini adalah > 2 bulan.
Kunci sukses dalam pengomposan adalah Mengendalikan keseimbangan C, N, oksigen, kelembaban serta ukuran bahan organik (potongan kecil 2-4 cm)
                  
5.      Faktor – Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengomposan
a.       Sampah organic
Dapat berupa sampah organic basah maupun sampah organic kering.
b.      Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba idealnya 50%. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap
c.       Rasio Nutrisi (C/N)
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
d.      pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6 sampai 7. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
e.       Ukuran Sampah
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. Idealnya adalah 2-4 cm.
f.       Mikroorganisme
Mikroorganisme digunakan sebagai activator dalam pengomposan untuk menguarai sampah organic menjadi kompos. Misalnya adalah bakteri, jamur, cacing, dll.
g.      Udara (02)
Hendaknya pada pengomposan secra anaerob dilakukan pengadukan / pembalikan seminggu sekali agar sirkulasi udara dalm kompos lancar.

h.      Temperature
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 50 - 70ºC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 70ºC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.

6.      Tahap Pengomposan
      Pemilahan Sampah
     Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
      Pengecil Ukuran
     Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
      Penyusunan Tumpukan
     Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
     Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
     Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
      Pembalikan
     Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
·         Penyiraman
     Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
     Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
     Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
·         Pematangan
     Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
     Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
      Penyaringan
     Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
     Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu
      Pengemasan dan Penyimpanan
     Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
     Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin

7.      Ciri – Ciri Kompos Matang
a.       Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
b.      Apabila digenggam sedikit menggumpal dan remah
c.       Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
d.      Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
e.       Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan. Suhu berkisar 300C - 350C
f.       Tidak berbau sampah, tapi berbau seperti tanah.
g.      Kelembaban 30 – 50%
h.      pH berkisar 6,8 – 7,49
i.        Mengandung : Nitrogen (≥ 0,40%),    Phosphor (≥ 0,10%), Kalium (≥ 0,20%)

Tabel 1. Komposisi hara kompos menurut hasil penelitian kebun percobaan Muara, Bogor.
Kandungan Kompos
Komposisi (%)
Cairan
Bahan Kering
Karbon
Hara :
a)Nitrogen
b)      Fosfor
c)Kalium
C/N rasio
41
59
8,2

0,36
0,09
0,81
23
(Marsono, 2001)

8.      Contoh Pengomposan
Ø  Cara pembuatan kompos dengan menggunakan cacing tanah
1.      Buat lubang lubang di dasar kotak kayu  atau kotak plastic  untuk mengalirkan udara ke dalam kotak dan mengalirkan air dan tanah keluar
2.      Letakkan kotak kedua atau nampan dibawah kotak berlubang pertama. Ini didutuhkan untuk menangkap  tanah subur yang dibuat cacing
3.      Berikan potongan kertas, jerami dan sisa makanan dalam kotak pertama. Dan tambahkan 1 sekop cacing.
4.      Taruh sisa makanan sesering mungkin dan jaga agar kotak tetap lembab tapi tidak terlalu basah. Tutup bagian atas kotak untuk melindungi cacing dari sinar matahari
Ø  Cara membuat kompos lambat ( 6 bulan)
1.      Gali lubang di tanah dengan ukuran 60 x 60 cm denagn kedalaman  1 m
2.      Isi lubang dengan sampah kering dan sampah organik basah
3.      Di atas 20 cm timbunan materi organik tersebut diberikan lapisan tanah setebal 3 cm  dan air untuk membasahi
4.      Tutup lubang agar tidak kena hujan, setelah semingu kompos akan terurai timbunan sampah akan menjadi panas dan menciut setelah terurai

Ø  Cara membuat kompos cepat (1 -4 bulan)
1.      Pilih lokasi tanah datar berukuran lebar 1 setengah  meter dan panjang 4 meter. Cangkul tanah sedalam 30 cm agar menjadi gembur
2.      Cari 2 batang tiang kayu setingi orang dewasa.tancapkan di tengah-tengah tanah gembur
3.      Tandai tiang kayu pada tinggi 20 cm dari tanah, kemudian  5 cm di atasnya dan 2 cm lg di atasnya. Dan ulangi secukupnya
4.      Tumpuk timbunan sisa makanan dan tanaman sampai  pada garis yang bertanda 20 cm.
5.      Taburkan selapis kotoran hewan hingga garis yang bertanda 5 cm. lapisan kotoran taburkan lapisan tanah hingga mencapai garis 2 cm
6.      Setelah 2 hari tarik kayu hingga membentuk lubang untuk jalan masuk udara .
7.      Kemudian setelah 3 minggu lakukan pengadukan timbunan, lakukan  setiap minggu.
8.      Sampah akan menciut dan memanas  setelah 4 bulan akan berubah menjadi pupuk organik berarna hitam.
9.      Cara Memastikan Pengomposan yang Baik
·         Memerlukan sampah basah
·         Jika timbunan berbau tidak sedap atau tidak menciut maka butuh udara
·         Jika tidak memanas bisa disebabkan kekurangan atau kelebihan air
·         Jika ada semut maka disiram air. Semut harus dibasmi karena dapat mengganggu kerja mikro organism dalam melakukan pengomposan.
·         Jika ada lalat tumpukan perlu dilapisi selapis tanah.



















DAFTAR PUSTAKA

Bahari, Yul H.1985. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah.Jakarta:PT Waca Utama Pramesti
Purwendro,Setyo dan Nurhidayat. 2010. Mengolah Sampah untuk Pupuk dan Pestisida Organik. Jakarta:Penebar Swadaya
Suryati,Teti. 2009.Bijak dan Cerdas Mengolah Sampah. Jakarta:Agromedia Pustaka
Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya
Murbandono HS. 2002. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya
Rinsema. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan (Bemesting en Meststotfon). Jakarta: Bhratara Karya Aksara
Sutejo, Mul Mulyani. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Anonim [serial online]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar